Tuesday 1 August 2017

Kisah Sobat Nabi: Khalid Bin Walid


Seorang cowok berkisah, “Aku menginginkan seseorang yang akan menjadi teman seperjalanan, kemudian saya jumpai Utsman bin Thalhah, ku ceritakan kepadanya apa maksudku, dan ia pun segera menyetujuinya. Kami keluar berangkat bersama-sama waktu siang.

Sewaktu kami hingga di suatu dataran tinggi, tiba-tiba kami bertemu dengan Amr bin Ash. Ia mengucapkan salam dan kami membalasnya. Kemudian ia bertanya, “Mau kemana tuan-tuan?” Maka kami beritakan kepadanya maksud tujuan kami, ia balik memberitakan maksudnya yang hendak menemui Nabi SAW pula, hendak masuk Islam.

Maka, berangkatlah kami bersama-sama, sehingga hingga ke kota Madinah di awal hari bulan Safar tahun yang kedelapan Hijriah. Di kala itu, saya telah bersahabat dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, saya segera memberi salam kenabiannya, Nabi pun membalas salamku dengan muka yang cerah. Aku pun masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang haq…”

Demikianlah, cowok yang berkisah itu tidak lain yakni Khalid bin Walid. Begitu sederhananya ia memasuki agama Islam. Padahal sebelumnya ia merupakan penentang yang keras terhadap agama yang dibawa Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam.



Mendengar perkataan Khalid, Rasululllah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda, “Sungguh saya telah mengetahui bahwa anda memiliki logika sehat dan saya mengharap, logika sehat itu hanya akan menuntun anda kepada jalan yang baik.”

Khalid kemudian bersyahadat dan berjanji setia kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Kemudian katanya, “Mohon anda mintakan ampunan untukku terhadap semua tindakan masa laluku yang menghalangi jalan Allah.”

Beliau menjawab, “Sesungguhnya keislaman itu telah menghapuskan segala perbuatan yang lampau.” Maka ia pun mengucapkan doa, “Ya Allah, saya mohon ampuni dosa Khalid ibnul Walid terhadap tindakannya menghalangi jalanMu di masa lalu.” Demikianlah doa ia kepada Khalid bin Walid, si penunggang dan penjinak kuda yang cekatan dari suku Quraisy.

Khalid sebelumnya yakni pemimpin perang dari suku Quraisy. Saat kaum muslim hampir menerima kemenangan di perang Uhud dan sebagian pasukan muslim lengah dengan rampasan perang, Khalid lah yang memimpin penyerangan kala itu sehingga kaum muslim sempat kocar-kacir. Ia yakni pemimpin perang yang lihai hingga alhasil Tuhan menuntunnya kepada Islam.

Sesudah itu tiba pula Amr bin Ash, kemudian Utsman bin Thalhah, keduanya sama-sama memeluk Islam dan berjanji setia kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.

Memimpin Perang Muktah
Masih ingatkah pada tiga orang syuhada pemegang panji Islam di Perang Muktah. Perang melawan pasukan Romawi yang kala itu berjumlah 200 ribu, menggugurkan tiga syuhada, Zaid bin Haritsah, Jafar bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah. Setelah itu, panji bendera Islam dipegang oleh Khalid bin Walid.

Pada situasi perang yang menggelora itu, pemimpin pasukan ketiga Abdullah Ibnu Rawahah gugur. Tsabit bin Arqam pribadi menuju bendera dan membawanya dan mengangkatnya tinggi. Ia kemudian melarikan kudanya  dengan gesit ke arah Khalid. “Peganglah panji ini, wahai Abu Sulaiman.”

Sebagai orang yang gres masuk Islam, seorang tentara biasa, Khalid tak pribadi mendapatkan pucuk pimpinan pasukan. “Jangan, tak usah saya yang memegang panji, andalah yang berhak memegangnya, anda lebih bau tanah dan telah menyertai perang Badar.”

Tsabit berkata, “Ambillah, karena anda lebih tahu kebijaksanaan kancil perang dari aku, dan demi Tuhan saya tak akan mengambilnya kecuali untuk diserahkan kepada anda.” Ia kemudian berteriak kepada seluruh pasukan, “Sediakah kalian di bawah pimpinan Khalid?” Semua menyetujui.

Khalid segera mengambil alih panji Islam pada perang itu. Situasi pasukan muslim kala itu begitu terpojok, sedangkan jumlah pasukan Romawi begitu besar. Keberanian dan semangat Khalid yang menggebu  merontokkan mental pasukan lawan.  Pandangan dan taktiknya tajam.  Secepat kilat ia membagi pasukan dan memberi kiprah masing-masing.

Ternyata pembagian pasukan ini membuka jalur di tengah pasukan Romawi sehingga lebih gampang digempur.  Pasukan muslim sanggup keluar dari kepungan tentara Romawi. Kecerdikan yang luar biasa dari siasat perang seorang muslim yang dijuluki, “Si Pedang Tuhan yang selalu terhunus.”

Dipilih Oleh Abu Bakar ra
Saat orang Quraisy menodai perjanjian hening  dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, bergeraklah pasukan muslimin di bawah pimpinan Nabi SAW yang kemudian menunjuk Khalid bin Walid di sayap kanan sebagai pemimpin.

Sungguh sebuah pemandangan yang berbeda. Khalid masuk ke Mekah sebagai seorang pemimpin tentara muslim. Gunung-gunung dan dataran Mekah sebelumnya menyaksikan Khalid sebagai pemimpin pasukan watsani, penyembah berhala yang syirik.

Khalid terkenang masa dirinya yang jahiliyah, meninggalkan kota Mekah dan kembali lagi ke sana. Namun, kini ia berjalan di Mekah sebagai seorang muslim, bersama muslim yang lain yang mengumandangkan tahlil dan takbir. “Janji Allah, Tuhan tak pernah memungkiri janjiNya.” QS 30 Ar Rum 6

Khalid menegadahkan tangan dan berucap pada dirinya, “Benarlah, bahwa komitmen Allah, dan Tuhan tak pernah menyalahi janjiNya.”

Demikianlah Khalid, selalu berada di pasukan muslimin, bahkan hingga Rasulullah SAW  tiada. Ia menjadi pemimpin perang kepercayaan khalifah Abu Bakar. Pemberontakan demi pemberontakan muncul sehabis kepergian Nabi Tuhan itu. Banyak kabilah di Arab yang ingin membalaskan dendamnya kepada muslimin.  Api dan nyala fitnah berkobar di kalangan suku Asad, Ghatfan, Abas, Thay, dan Dzibyan. Belum lagi kabilah Bani Amir, Hawazin, Salim dan Bani Tamin. Mula-mula pemberontakan kecil dan usang kelamaan membesar.

Islam benar-benar mulai digoncang pemberontakan yang didukung penduduk Bahrain, Oman dan Muhrah. Disanalah bangkit Khalifah Abu Bakar yang menyiapkan pasukan sekaligus memimpin menuju kabilah Bani Abbas, Bani Muhrah dan Dzibyan. Pertempuran demi pertempuran pecah.

Semula Abu Bakar ingin memimpin pribadi pasukan ini, hingga alhasil ia diminta untuk memimpin dari Madinah saja. Ali bin Abi Thalib memegang kekang kuda Abu Bakar untuk mencegahnya turut pribadi berperang. “Hendak kemana Anda wahai Khalifah Rasulullah? Akan kukatakan kepada anda, apa yang pernah diucapkan Rasulullah di hari Uhud: Simpanlah pedangmu wahai Abu Bakar, jangan engkau cemaskan kami dengan dirimu.”

Maka Abu Bakar memimpin secara tidak pribadi di Madinah. Ia menunjukkan kiprah memimpin semua pasukan kepada Khalid bin Walid. Abu Bakar berkata, “ Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, bahwa sebaik-baik hamba Tuhan dan mitra sepergaulan ialah Khalid ibnul Walid, sebilah pedang di antara pedang-pedang Tuhan yang ditebaskan kepada orang kafir dan munafik.”

Khalid pun melaksanakan tugasnya berpindah-pindah bersama pasukannya dari satu medan tempur ke medan yang lain. Bani Hanifah bersama kabilah-kabilah yang telah bergabung dengan mereka diketuai Musailamah Kaddzab yang populer ganas menyusun pasukan menyambut panglima perang Khalid bin Walid.

Kedua pasukan berhadapan. Khalid mengambil posisi di dataran tinggi bukit-bukit Yamamah, sedangkan pasukan Musailamah menghadapinya dengan segala kecongkakan dan kedurhakaannya bersama barisan tentaranya yang banyak seolah-olah tak habis-habisnya berada di bawah bukit. Dari ketinggian itu, Khalid sanggup melihat lebih terperinci dimana titik kelemahan pasukan musuhnya.

Pada ketika pasukannya kehilangan semangat, Khalid berteriak, “Tunjukkanlah kelebihanmu masing-masing, akan kita lihat hari ini jasa setiap suku!”  Pasukan muslimin turun di bawah isyarat Khalid dengan keberanian dan pertolongan Allah, menebas satu persatu persatu pasukan musyrik.  Seperti nyamuk-nyamuk yang bergelimpangan, Musailamah dan pasukannya tewas.

Berangkat ke Irak dan Syam
Khalifah Abu Bakr di Madinah sholat syukur kepada Tuhan SWT karena karunia kemenangan melawan Musailamah, namun sekaligus menyadari kejahatan-kejahatan yang masih bercokol kaum Persi  di Irak dan Romawi di Syam atau Syria. Mereka selalu mengintai kelemahan umat muslim. Penguasanya menyiksa rakyat mereka sendiri dan mengerahkan sebagian besarnya untuk memerangi muslimin.

Abu bakar kembali menentukan Khalid untuk meruntuhkan panji-panji kemusyrikan di Irak. Berangkatlah Khalid ke Irak sehabis sebelumnya si Pedang Tuhan itu menulis surat kepada pembesar Kisra (kaisar Persia) dan gubernur-gubernurnya di semua wilayah Irak dan kota-kotanya.

“Dengan nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Dari Khalid ibnul Walid kepada pembesar-pembesar Persia.
Keselamatan kepada siapa yang mengikuti petunjuk. Kemudian segala puji kepunyaan Tuhan yang telah memporak porandakan kaki tangan kalian, dan merenggut kerajaan kalian, serta melemahkan tipu kebijaksanaan kancil kalian. Siapa yang sholat menyerupai sholat kami, dan menghadap kiblat kami dan memakan sembelihan kami, jadilah ia seorang muslim, ia akan menerima hak menyerupai hak yang kami dapatkan, dan ia berkewajiban menyerupai kewajiban kami. Bila telah hingga kepada kalian suratku, maka hendaklah kalian kirimkan kepadaku jaminan, dan terimalah daripadaku perlindungan. Dan bila tidak, maka demi Tuhan yang tidak ada Tuhan selain Dia, akan ku kirimkan kepada kalian satu kaum berani mati, padahal kalian masih sangat menyayangi hidup.”

Para intel yang disebarkannya ke seluruh penjuru tiba memberikan isu perihal keberangkatan pasukan balatentara yang besar yang dipersiapkan oleh panglima Persia di Irak. Khalid tak membuang waktu dan menumpas tentara bathil ini. Kemenangan demi kemenangan dicapai oleh pasukan Khalid. Sejak Ubullah ke as Sadir, disusul an Najf, kemudian al Hirah, Al Anbar, hingga Kadhimiah.

Para tawanan dan rakyat yang selama ini mengalami perbudakan oleh penguasa kafir dibebaskan. “Jangan kalian sakiti para petani, biarkan mereka bekerja dengan kondusif kecuali bila ada yang hendak menyerang kalian. Perangilah orang yang memerangi kalian.”

Khalid kembali meneruskan perjalanannya menuju perbatasan Syam. Kemenangan yang diperoleh orang-orang Islam di Irak dari orang Persi mengakibatkan harapan diperolehnya kemenangan yang sama dari orang Romawi di Syria.

Abu Bakar mengerahkan sejumlah pasukan dan untuk mengepalainya dipilihnya dari kelompok panglima yang mahir menyerupai Abu Ubaidah bin Jarrah, Amar bin Ash, Yazid bin Abi Sufyan, dan Muawiyah bin Abi Sufyan.

Kaisar Romawi tolong-menolong telah memerintahkan jajarannya semoga berdamai saja dengan pasukan muslimin. Namun, jenderal-jenderal Romawi bersikeras akan memerangi Abu Bakar dan Islam. Mereka mempersiapkan 240 ribu tentara. Mendengar persiapan Romawi ini, Khalifah Abu Bakr berkata, “Demi Allah, semua kekhawatiran dan keragu-raguan mereka akan kusembuhkan dengan kedatangan Khalid.”

Apa yang dimaksud Abu Bakr dengan kekhawatiran dan keragu-raguan yakni akan hilangnya disiplin, pembangkangan, dan kemusyirikan.  Sedangkan kesembuhan yakni perintah berangkat ke Syam dari Khalifah kepada Khalid.  Untuk menuju Syam, Khalid menyerahkan kepemimpinan di Irak kepada Mutsana bin Haritsah. Kemudian dibawanya prajurit pilihan menuju Syam atau Syria.

Pada medan perang, sehabis memuji Tuhan SWT, Khalid berorasi:
“Hari ini yakni hari-hari Allah. Tak pantas kita di sini berbangga-bangga dan berbuat durhaka. Ikhlaskanlah jihad kalian, dan harapkan ridha Tuhan dengan amalmu. Mari kita bergantian memegang pimpinan, yaitu secara bergiliran. Hari ini salah seorang memegang pimpinan, besok yang lain, lusa yang lain lagi. Sehingga seluruhnya menerima kesempatan memimpin.”

Orang-orang Islam yang sebelum kedatangan Khalid merasa gentar dan cemas, mengakibatkan rasa gelisah dan keluh kesah memenuhi jiwa mereka. Tetapi kepercayaan mereka menciptakan segala dedikasi dalam gelap hati itu menjadi terang mengakibatkan harapan akan kemenangan.

Khalifah Abu Bakr sangat percaya Khalid sanggup mengatasi segala problem “Demi Tuhan segala kekhawatiran mereka akan kulenyapkan dengan Khalid. Biarkan orang-orang Romawi dengan segala kehebatannya itu datang. Bukankah bagi kaum muslimin ada tukang pukulnya?”

Khalid yakni seorang pemimpin yang tegas. Salah satu kekhawatirannya yakni larinya pasukan muslimin terutama mereka yang gres saja masuk Islam. Rahasia kemenangan Khalid yakni tsabat. Ia tidak ingin mereka yang lari dari peperangan mensugesti kekuatan seluruh pasukan lainnya. Maka ia memerintahkan perempuan muslimin dan untuk pertama kalinya diberi senjata. Mereka bukan untuk berperang, melainkan berada di belakang pasukan. Khalid memerintahkan siapa saja yang lari dari peperangan, para perempuan itu boleh membunuhnya.

Saat pertempuran terjadi, berhadapan dua pasukan. Panglima pasukan Romawi berjulukan Mahan berbicara dengan Khalid yang waktu itu mereka berada di atas kuda masing-masing.

“Kami mengetahui, bahwa yang mendorong kalian ke luar dari negeri kalian tak lain hanyalah kelaparan dan kesulitan, bila kalian setuju, saya beri masing-masing kalian 10 dinar lengkap dengan pakaian dan makanan, asalkan kalian pulang kembali ke negeri kalian. Di tahun yang akan tiba saya kirimkan sebanyak itu pula.”

Sambil menggeretakkan gigi gerahamnya karena menahan geram, Khalid menentukan untuk berkata-kata baik.

“Bahwa yang mendorong kami keluar dari negeri kami, bukan karena lapar menyerupai yang anda sebutkan tadi, tetapi kami yakni satu bangsa yang biasa minum darah. Dan kami tahu benar, bahwa tak  ada darah yang lebih cantik dan lebih baik dari darah orang-orang Romawi, karena itulah kami datang.”

Panglima Khalid menggerakkan kekang kudanya dan menyatakan dimulainya peperangan. “Allahu Akbar, berhembuslah angin surga.”

Saat berkecamuknya perang, salah seorang pasukan muslim bergerak mendekati Abu Ubaidah ibnul Jarrah ra. “Aku sudah bertekad mati syahid, apakah anda memiliki pesan penting yang akan kusampaikan kepada Rasulullah, bila saya menemui nanti?”

Jawab Abu Ubaidah, “Ada, katakan kepada beliau, ya Rasulullah, sesungguhnya kami telah menemukan bahwa apa yang dijanjikan Tuhan kepada kami, memang benar.”

Laki-laki yang bertanya itupun berlalu, menyerang dengan kobaran semangat api membara. Ia menebas dengan sebilah pedang dan dirinya ditebas pula oleh seribu tebasan sehingga syahid. Ialah Ikrimah bin Abi Jandal. Benar,  ia yakni anak dari Abu Jabal. Sewaktu tekanan semakin keras terhadap pasukan muslim, ia berteriak, “Sungguh saya telah memerangi Rasulullah di masa yang kemudian sebelum saya ditunjuki Tuhan masuk Islam, apakah pantas saya lari dari musuh-musuh Tuhan hari ini?” Ia berteriak lagi, “Siapakah yang bersedia dan berjanji untuk mati?” Pasukan muslim yang lain pun berjanji berjuang hingga mati.

Air Minum
Inilah kisah pengorbanan tiada tara dari pasukan muslim di jaman Khalid bin Walid yang masih teringat hingga sekarang. Peperangan Yarmuk yang dipimpinnya menyisakan kisah bagaimana tentara Tuhan kala itu yang telah sekarat saling menunjukkan kesempatan kepada saudara muslim lain yang terluka untuk minum. Seorang tentara yang terluka menunjukkan kesempatan minumnya  kepada yang lain, yang diberi memberi lagi kepada yang lain, dan seterusnya. Sampai alhasil jiwa-jiwa yang tulus itu pun gugur satu persatu melewatkan setetes air minum demi cintanya kepada Islam.

Bayangkanlah, 100 orang tentara, hanya 100 orang dari pasukan Khalid, menyerang sisi kiri Romawi yang berjumlah 40 ribu. Khalid berseru kepada 100 orang yang bersamanya itu, “Demi Tuhan yang diriku di tanganNya. Tak ada lagi kesabaran dan ketabahan yang tinggal pada orang-orang Romawi, kecuali apa yang kau lihat! Sungguh saya mengharap Tuhan menunjukkan kesempatan kepada kalian untuk menebas batang-batang leher mereka!”

Demikianlah mental kaum muslim kala itu. Kaum muslim yang dipimpin Khalifah Abu Bakar ra, seorang yang lurus dan benar yang panji-panji kekuasaannya menyebar ke jazirah Arab. Namun, kesederhanaannya membuatnya tetap memerah susu kambing dengan tangannya sendiri untuk diserahkan kepada para janda yang suami mereka tiada di medan perang.

Menjadi Perhatian Romawi
Kepempimpinan Khalid mengundang perhatian seorang panglima Romawi berjulukan Georgius. Maka pada suatu kesempatan mereka bertemu, berkata Georgius, “Tuan Khalid, jujurlah anda kepadaku, apakah Tuhan telah menurunkan sebilah pedang kepada Nabi anda dari langit, kemudian pedang itu diberikannya kepada anda sehingga setiap hunusan terhadap siapapun pedang itu niscaya membinasakan?”

Jawab Khalid, “Tidak!”

Orang itu bertanya lagi, “Mengapa anda dinamai pedang Allah?”

Jawab Khalid, “Sesungguhnya Tuhan telah mengutus RasulNya kepada kami, sebagian kami ada yang membenarkannya dan sebagian pula mendustakannya. Aku dulunya termasuk orang  yang mendustakannya, sehingga alhasil Tuhan menjadikan hati kami mendapatkan Islam, dan memberi petunjuk kepada kami melalui RasulNya, kemudian kami berjanji setia kepadanya. Kemudian Rasul mendoakanku, dan ia berkata kepadaku, ‘Engkau yakni pedang Tuhan di antara sekian banyak pedangNya’ Demikianlah maka saya diberi nama Pedang Allah.”

Pertanyaan demi pertanyaan diajukan Georgius.

“Kepada apa anda sekalian diserunya?”  Jawab Khalid, “Kepada mentauhidkan Tuhan dan kepada Islam.”

“Apakah orang-orang yang masuk Islam kini akan menerima pahala dan ganjaran menyerupai anda juga?” Jawabnya, “Memang, bahkan lebih.”

“Bagaimana sanggup  padahal anda sudah lebih dahulu memasukinya?” Jawab, “Karena sesungguhnya kami telah hidup bersama Rasulullah SAW dan sewajarnyalah bagi setiap orang yang telah melihat menyerupai yang kami lihat dan mendengar menyerupai yang kami dengar, akan masuk Islam dengan mudah. Adapun anda, wahai orang-orang yang belum pernah melihat dan mendengarnya, kemudian anda beriman kepada yang ghaib, maka pahala anda lebih berlipat ganda dan besar, bila anda membenarkan Tuhan dengan hati nrimo serta niat yang suci.”

Panglima Romawi itu pun berseru, “Ajarkanlah kepadaku Islam itu, hai Khalid!” Maka masuklah ia pada Islam, mempelajari sholat dengan cepat dan hanya sempat melaksanakan dua rakaat sholat. Itulah sholatnya yang pertama dan terakhir. Peperangan berlanjut, namun Georgius telah mengganti haluannya membela pasukan muslim. Hanya dalam waktu kehidupannya yang singkat sebagai muslim, panglima Romawi itu pun syahid.

Menyarungkan Pedang
Pada suatu hari masih di medan peperangan, datanglah sepucuk surat kepada Khalid bin Walid. Surat dibawa oleh kurir Khalifah Umar bin Khattab. Surat itu mencantumkan salam penghargaan Al faruq dari Amirul Mukminin dan isu mengenai kepergian Abu Bakr shiddiq ra. Khalifah Umar bin Khattab telah memutuskan untuk menggantikan posisi Khalid dengan Abu Ubaidah bin Jarrah.

Peperangan melawan Romawi tetap berlanjut. Secara bijaksana Khalid meminta pembawa isu untuk tidak memberitahukan mengenai isi surat tersebut siapapun. Ia menyembunyikan segala isu mengenai kepergian Abu Bakar dan penggantian dirinya. Sampai suatu ketika kemenangan pasukan telah diraihnya dari tentara Romawi.

Pada riwayat lain, surat itu dikirimkan kepada Abu Ubaidah yang kala itu ikut berperang bersama Khalid. Ia menyembunyikan isi surat hingga Khalid sendiri yang memutuskan kepemimpinan pasukan perang di sana.

Sampai pada satu waktu dalam suasana yang sangat tepat, Khalid memanggil Abu Ubaidah di depan pasukan muslim lainnya. Khalid memberi hormat kepadanya dan menyerahkan kepemimpinan pasukan. Semula Abu Ubaidah merasa itu sebagai olok-olok hingga ia merasa kebenarannya. Maka diciumnya Khalid di antara kedua matanya. Abu Ubaidah memuji kebesaran jiwa dan akhlaqnya.

Khalifah Umar bin Khattab melihat pedang Khalid sangatlah cepat. “Sesungguhnya pada pedang Khalid itu ada rohaqnya,” demikian evaluasi Umar bin Khattab. Rohaq maksudnya ketajaman atau ketergesaan. Maka dijawab Abu Bakar,  “Aku tak akan menyarungkan pedang yang telah dihunus Tuhan atas orang-orang kafir.”

Khalid yakni pejuang perang sejak kecilnya. Lingkungannya, pendidikannya dan seluruh kehidupannya yakni bentangan jiwa pejuang penunggang kuda yang lihai dan ditakuti. Pedangnya yakni salah satu penebusan kesalahannya sewaktu dirinya masih jahiliyah dan memerangi Islam.

Pada suatu ketika usai penaklukan Mekah, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam telah memerintahkan Khalid menjadi dai atau penyeru Islam kepada sebuah kabilah yang berdekatan. “Aku mengutusmu sebagai dai, penyeru umat, bukan sebagai penyerang mereka.” Demikian pesan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Namun, pedangnya telah menguasai Khalid sehingga malah menyerang kabilah tersebut.

Sambil menghadap kiblat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam berucap, “Ya Allah, saya berlepas diri kepadaMu dari tindakan yang telah dilakukan Khalid.” Akhirnya diutuslah Ali bin Abi Thalib kepada kabilah tersebut untuk menunjukkan tebusan ganti rugi atas kehilangan darah dan harta mereka.

Khalid pernah berada di daerah jahiliyah. Maka ketika tempatnya bangkit telah berpindah kepada Islam, Khalid lah yang meruntuhkan patung-patung di Kabah dengan tangannya. Ia meruntuhkan berhala-berhala itu sambil berteriak, “ya Uzza  kufranak, la subhanak! Hai Uzza keparat kau, persetan dengan kebesaranmu. Sungguh kulihat Tuhan telah menghinakanmu!” Usai itu, dibakarnya semua berhala.

Seorang perempuan berkata, “Tak seorang perempuan pun akan sanggup melahirkan lagi pria menyerupai Khalid!”

Demikianlah hingga alhasil pedang Khalid yang terhunus disarungkannya kembali seiring pergantian keKhalifahan. Lalu pada suatu hari, Si Pedang Tuhan itu dipanggil menghadap Tuhan Subhana Wata’ala. Khalifah Umar bin Khattab menangis sejadi-jadinya.

Apa yang dilakukan Umar bin Khattab mengganti kepemimpian Khalid hanyalah ingin mengurangi kefanatikan yang berlebih-lebihan dari kaum muslim terhadap diri panglima tersebut.  Umar menunjukkan kesempatan jeda baginya sesaat untuk beristirahat. Semua orang mengenal Khalid bin Walid sebagai orang yang tak pernah berisitirahat. “Orang yang tidak pernah tidur dan tidak membiarkan orang lain tidur.” Namun, kini jiwa pejuang itu telah berpulang.

Khalid pernah berucap mengenai semangat perangnya. “Tak ada yang sanggup menandingi kegembiraan bahkan lebih gembira dari ketika malam pengantin atau di ketika dikaruniai bayi, yaitu ketika malam yang sangat genting di mana saya dengan tentara bersama orang-orang Muhajirin menggempur kaum musyirikin di waktu subuh!”

Khalid yakni pejuang perang. Kematian di medan perang yakni cita-citanya. Kala ia harus menyarungkan pedangnya, tak ada keinginan lain yang diiinginkannya selain final hidup di daerah tidur tak membuatnya menjadi dianggap seorang penakut, dan menciptakan orang-orang kafir pengecut bersuka ria.

“Aku telah ikut serta dalam pertempuran di mana-mana. Seluruh tubuhku penuh dengan tebasan pedang, bacokan tombak serta tancapan panah. Kemudian inilah aku… tidak sebagai yang ku ingini, mati atas daerah tidur, laksana matinya seekor kuda! Maka akan tertidur mata orang-orang pengecut.”

Tak ada warisan yang ditinggalkam Khalid selain kuda perang dan pedangnya.  Hanya dengan kedua benda itulah ia menunjukkan seluruh waktunya yang dipakai untuk membela agama Allah. Khalid tak menginginkan hal lainnya di dunia ini.

Selain kuda perang dan pedang, satu benda lagi yang selalu dijaganya hati-hati yaitu kopiahnya. Suatu kali kopiahnya jatuh di medang perang sehingga menyusahkannya dan orang-orang lain. Seseorang mencelanya karena kopiah tersebut. Khalid menyampaikan bahwa di dalam kopiah tersebut terdapat sehelai rambut dari ubun-ubun Rasulullah Shalllallahu Alalihi Wassalam.

Saat jenazahnya di usung keluar rumah, ibundanya berucap…

“Orang-orang tidak sanggup melebihi keutamaanmu
Mereka gagah perkasa tapi tunduk di ujung pedangmu
Engkau pemberani melebihi singa betina
Yang sedang mengamuk melindungi anaknya
Engkau lebih dahsyat dari air bah
Yang terjun dari celah bukit curam ke lembah.”

Mendengar sang ibu, Umar berkata, “Benar ucapannya! Demi Tuhan sungguh-sungguh demikian.”

Saat kuburan Khalid telah tertutup, ringkikan kudanya terdengar. Tali kekangnya terlepas. Kuda itu berlari mengitari kota Madinah hingga alhasil tiba di makan tuannya.  Kuda itu mengelus-eluskan kepalanya di atas makam, dari matanya keluar air.  Kuda dan pedang Khalid telah diwakafkan Khalid kepada umat. Tapi, menyerupai si kuda, semua orang tahu, tak ada lagi yang akan menjadi pejuang penunggang kuda sejati menyerupai Khalid.

Suatu kali Khalid berkata mengenai perjalanannya di malam hari untuk menyerang musuh di kala subuh. “Saat subuh tiba menjelma, pejalan-pejalan malam memuji suka.” Demikianlah Khalid bin Walid, telah melalui malam-malamnya dalam peperangan. Ia telah menemui subuhnya dengan kemenangan.

Umar bin Khattab melepas kepergiannya,

“Rahmat Tuhan bagi Abu Sulaiman. Apa yang di sisi Tuhan lebih baik daripada yang di dunia. Ia hidup terpuji dan berbahagia sehabis mati.”

Salam untukmu Khalid bin Walid. Salam untukmu pada syuhada.

Alhamdulillah

Sumber: G+



No comments:

Post a Comment