Wednesday 22 March 2017

Khalid Bin Walid: Si Pedang Allah


Pribadi yang mengaku tidak tahu dimana dan dari mana kehidupannya bermula, kecuali di suatu hari dimana ia berjabat tangan dengan Rasulullah saw, berikrar dan bersumpah setia….saat itulah dia merasa dilahrikan kembali sebagai insan “Dialah orang yang tidak pernah tidur, dan tidak membiarkan orang lain tidur.”

Suatu ketika Khalid bin Walid pernah menceritakan perjalanannya dari Mekah menuju Madinah kepada Rasulullah: “Aku menginginkan seorang sobat seperjalanan, kemudian kujumpai Utsman bin Thalhah; kuceritakan kepadanya apa maksudku, ia pun segera menyetujuinya. Kami keluar dari kota Mekah sekitar dini hari, di luar kota kami berjumpa dengan Amr bin Ash.




Maka berangkatlah kami bertiga menuju kota Madinah, sehingga kami hingga di kota itu di awal hari bulan Safar tahun yang ke delapan Hijriyah. Setelah bersahabat dengan Rasulullah saw kami memberi salam kenabiannya, Nabi pun membalas salamku dengan muka yang cerah. Sejak itulah saya masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang haq…”

Rasulullah bersabda, “Sungguh saya telah mengetahui bahwa anda memiliki logika sehat, dan saya berharap, logika sehat itu hanya akan menuntun anda kejalan yang baik…” Oleh lantaran itulah, saya berjanji setia dan bai’at kepada beliau, kemudian saya Mohon “Mohon Rasulullah mintakan ampun untukku terhadap semua tindakan masa laluku yang menghalangi jalan Allah…”

Dalam perang Muktah, ada tiga orang Syuhada Pahlawan, mereka yakni Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah, mereka bertiga yakni Syuhada Pahlawan si Pedang Yang Mahakuasa di Tanah Syria. Untuk keperluan perang Muktah ini, pasukan musuh, Pasukan Romawi mengerahkan sekitar 200.000 prajurit.

Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Panji perang di tangan Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersama panjinya hingga ia tewas. Kemudian panji tersebut diambil alih oleh Ja’far, yang juga bertempur bersama panjinya hingga ia gugur sebagai syahid. Kemudian giliran Abdullah bin Rawahah memegang panji tersebut sambil bertempur maju, hingga ia juga gugur sebagai Syahid.”

“Kemudian panji itu diambil alih oleh suatu Pedang dari pedang Allah, kemudian Yang Mahakuasa membukakan kemenangan di tangannya.”

Sesudah Panglima yang ketiga gugur menemui syahidnya, dengan cepat Tsabit bin Arqam menuju bendera perang tersebut, kemudian membawanya dengan tangan kanannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di tengah-tengah pasukan Islam semoga barisan mereka tidak kacau balau, dan semangat pasukan tetap tinggi…

Tak usang sehabis itu, dengan gesit ia melarikan kudanya kearah Khalid bin Walid, sambil berkata kepadanya, “Peganglah panji ini, wahai Abu Sulaiman…!”

Khalid merasa dirinya sebagai seorang yang gres masuk Islam, tidak layak memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat orang-orang Anshor dan Muhajirin yang terlebih dahulu masuk Islam daripadanya, Sopan, Rendah hati, cendekia bijaksana, itulah sikapnya. Ketika itu ia menjawab, “Tidak….. jangan saya yang memegang panji suci ini, engkaulah yang paling berhak memegangnya, engkau lebih tua, dan telah menyertai perang Badar!”

Tsabit menjawab, “Ambillah, alasannya yakni engkau lebih tahu siasat perang daripadaku, dan demi Yang Mahakuasa saya tidak akan mengambilnya, kecuali untuk diserahkan kepadamu!” kemudian ia berseru kepada semua pasukan muslim, Bersediakah kalian di bawah pimpinan Khalid?” mereka menjawab, “Setuju!”

Dengan gesit panglima gres ini melompati kudanya, di dekapnya panji suci itu dan mencondongkannya kearah depan dengan tangan kanannya, seakan hendak memecahkan semua pintu yang terkunci itu, dan sudah tiba saatnya untuk di dobrak dan diterjang. Sejak ketika itulah, kepahlawanannya yang luar biasa, terkuak dan mencapai klimaks yang telah ditentukan oleh Yang Mahakuasa baginya…

Saat perang Muktah inilah korban di pihak kaum muslimin banyak berjatuhan, dengan tubuh-tubuh mereka berlumuran darah, sedang balatentara Romawi dengan jumlah yang jauh lebih besar, terus maju laksana banjir yang terus menyapu medan tempur.

Dalam situasi yang sangat sulit itu, tak ada jalan dan taktik perang yang bagaimanapun, akan bisa merubah keadaan. Satu-satunya jalan yang sanggup dilakukan oleh seorang Komandan perang, ialah bagaimana melepaskan tentara Islam ini dari kemusnahan total, dengan mencegah jatuhnya korban yang terus berjatuhan, serta berusaha keluar dari keadaan itu dengan sisa-sisa yang ada dengan selamat.

Pada ketika yang genting itu, tampillah Khalid bin Walid, si Pedang Allah, yang menyorot seluruh medan tempur yang luas itu, dengan  kedua matanya yang tajam. Diaturnya rencana dan langkah yang akan diambil secepat kilat, kemudian membagi pasukannya  kedalam kelompok-kelompok besar dalam suasana perang berkecamuk terus. Setiap kelompok diberinya kiprah target masing-masing, kemudian dipergunakanlah seni Yudhanya yang membawa mukjizat, dengan kecerdikan akalnya yang luar biasa, sehingga kesudahannya ia berhasil membuka jalur luas diantara pasukan Romawi. Dari jalur itulah seluruh pasukan Muslim menerobos dengan selamat. Karena prestasinya dalam perang inilah Rasulullah menganugrahkan gelar kepada Khalid bin Walid, “Si Pedang Yang Mahakuasa yang senantiasa terhunus”.

Sepeninggal Rasulullah, wafat, Abu Bakar memikul tanggung jawab sebagai Khalifah. Dia menghadapi tantangan yang sangat besar dan berbahaya, yaitu gelombang kemurtadan yang hendak menghancurkan agama yang gres berkembang ini. Berita-berita wacana pembangkangan kaum-kaum dan suku-suku Di Jazirah Arab ini, dari waktu ke waktu semakin membahayakan. Dalam keadaan genting menyerupai ini, Abu Bakar sendiri maju untuk memimpin pasukan Islam. Tetapi para teman utama tidak sepakat dengan tindakan Abu Bakar ini. Semuanya sepakat untuk meminta Khalifah semoga tetap tinggal di Madinah.

Sayyidina Ali terpaksa menghadang Abu Bakar dan memegang tali kekang kuda yang sedang di tungganginya untuk mencegah keberangkatannya bersama pasukannya menuju medan perang, sembari berkata, “Hendak kemana Engkau wahai Khalifah Rasulullah, akan kukatakan kepadamu apa yang pernah dikatakan Rasulullah di hari Uhud: “Simpanlah pedangmu wahai Abu Bakar, jangan engkau cemaskan kami dengan dirimu!”

Di hadapan desakan dan bunyi lingkaran kaum muslimin, Khalifah terpaksa mendapatkan untuk tetap tinggal di kota Madinah. Maka setelah itu, di bagilah tentara Islam menjadi sebelas kesatuan, dengan beban kiprah tertentu. Sedang sebagai kepala dari keseluruhan pasukan tersebut, diangkatlah Khalid bin Walid. Dan setelah menyerahkan bendera kepada masing-masing komandannya, Khalifah mengarahkan pandangan kepada Khalid bin Walid, sambil berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, bahwa sebaik-baik hamba Yang Mahakuasa dan mitra sepergaulan, ialah Khalid bin Walid, sebilah pedang diantara pedang Yang Mahakuasa yang ditebaskan kepada orang-orang kafir dan munafik…!”

Khalid pun segera melakukan tugasnya dengan berpindah-pindah dari suatu daerah medan tempur ke pertempuran yang lain, dari suatu kemenangan ke kemenangan berikutnya.

Datanglah perintah dari Khalifah Abu Bakar, kepada Panglima yang tak tertandingi ini, semoga berangkat menuju Yamamah untuk memerangi Bani Hanifah bersama kabilah-kabilah yang telah bergabung dengan mereka yang terdiri dari adonan aneka ragam tentara murtad yang paling berbahaya. Pasukan ini di pimpin oleh Musalimah al-Kadzdzab..

Khalid bersama pasukannya mengambil posisi di dataran bukit-bukit pasir Yamamah, dan menyerahkan bendera perang kepada komandan-komandan pasukannya, sementara Musailamah menghadapinya dengan segala kecongkakan dan kedurhakaan bersama dengan pasukan tentaranya yang sangat banyak, seolah-olah tak akan habis-habisnya.

Di tengah pertempuran yang berkecamuk amat dahsyat ini, Khalid melihat keunggulan musuh, ia kemudian memacu kudanya ke suatu daerah tinggi yang terdekat, kemudian ia melayangkan pandangannya ke seluruh medan tempur. Pandangan cepat yang diliputi ketajaman dan naluri perangnya, dengan cepat ia sanggup mengetahui dan menyimpulkan titik kelemahan pasukannya.

Ia sanggup merasakan, ada rasa tanggung jawab yang mulai melemah di kalangan parajuritnya di tengah serbuan-serbuan mendadak pasukan Musailamah. Maka diputuskanlah secepat kilat untuk memperkuat semangat tempur dan tanggung jawab pasukan muslimin itu. Di panggilnya komandan-komandan teras dan sayap, ditertibkannya posisi masing-masing di medan tempur, kemudian ia berteriak dengan suaranya yang mengesankan kemenangan “Tunjukkanlah kelebihanmu masing-masing…, akan kita lihat hari ini jasa setiap suku!”

Orang-orang Muhajirin maju dengan panji-panji perang mereka, dan orang-orang Anshor pun maju dengan panji-panji perang mereka, kemudian setiap kelompok suku dengan panji-panji tersendiri. Semangat juang pasukannya jadi bergelora lebih panas membakar, yang dipenuhi dengan kebulatan tekad, menang atau mati syahid. Sedangkan Khalid terus menggemakan Takbir dan Tahlil, sambil memperlihatkan komando kepada para komandan lapangannya. Dalam waktu singkat, berubahlah arah pertempuran, prajurit-prajurit pimpinan Musailamah mulai berguguran, laksana nyamuk yang meggelepar berjatuhan.

Khalid bin Walid berhasil menyalakan semangat keberaniannya menyerupai sengatan aliran listrik kepada setiap parajuritnya, itulah salah satu keistimewaannya dari sekian banyak keunggulannya. Musailamah tewas bersama para prajuritnya, bergelimpangan memenuhi seluruh area medan pertempuran, dan terkuburlah selama-lamanya bendera yang menyerukan kebohongan dan kepalsuan.

Selanjutnya, Khalifah Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid untuk berangkat menuju Irak, maka berangkatlah sang Mujahid ini ke Irak. Ia memulai operasi meliternya di Irak dengan mengirim surat ke seluruh Pembesar Kisra (Kaisar Persia) dan Gubernur-Gubernurnya di semua wilayah Irak.

“Dengan Nama Yang Mahakuasa yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Khalid Ibnu Walid kepada para pembesar Persi. Keselamatan bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk. Kemudian segala puji kepunyaan Yang Mahakuasa yang telah memporak porandakan kaki tangan kalian, dan merenggut kerajaan kalian, serta melemahkan budi kancil kalian. Siapa yang shalat menyerupai shalat kami, dan menghadap kiblat kami, jadilah ia seorang muslim. Ia akan mendaptkan hak menyerupai hak yang kami dapatkan, dan ia berkewjiban menyerupai kewajiban kami. Bila telah hingga kepada kalian surat ini, maka hendaklah kalian kirimkan kepadaku jaminan, dan terimalah dariku santunan jikalau tidak, maka demi Yang Mahakuasa yang tiada Tuhan selain Dia, akan kukirimkan kepada kalian satu kaum berani mati, padahal kalian masih sangat mengasihi hidup…!”

Para intel yang disebarkannya ke seluruh penjuru Persia tiba memberikan gosip wacana keberangkatan pasukan bala tentara yang sangat besar yang dipersiapkan oleh panglima-panglima Persia di Irak.

Khalid tidak membuang-buang waktu, dengan cepat ia memersiapkan pasukannya untuk menghadapi pasukan Persia tersebut. Dalam perjalanan menuju Persia ini ia berhasil memperoleh kemenangan-kemenangan, mulai dari Ubullah, As-Sadir, di susul Najaf, kemudian Al-Hirah, Al-Ambar, hingga Khadimiah. Di setiap daerah yang berhasil ia taklukkan ia disambut wajah berseri penduduknya, lantaran di bawah bendera Islam, mereka orang-orang yang lemah yang tertindas penjajah Persia, sanggup berlindung dengan aman.

Rakyat yang terjajah dan lemah selama ini banyak mengalami derita perbudakan dan penyiksaan dari orang Persia. Khalid selalu berpesan dengan peringatan keras, kepada seluruh pasukannya setiap kali akan berangkat ke medan tempur: “Jangan kalian sakiti para petani, biarkanlah mereka bekerja dengan aman, kecuali bila ada yang hendak menyerang kalian, perangilah orang-orang yang memerangi kalian…”.

Kemenangan yang diraih oleh orang-orang Islam di Irak dari orang Persia menimbulkan keinginan diperolehnya kemenangan yang sama pada orang Romawi di Syria. Khalifah Abu Bakar mengerahkan sejumlah pasukan dan menunjuk bebrapa orang pilihan sebagai Panglimanya, menyerupai Abu Ubaidah bin Jarrah, Amr bin Ash dan Yazid bin Abu Sufyan serta Muawiyah bin Abu Sufyan.

Pada ketika balatentara Islam ini mulai bergerak, gosip ini hingga kepada Kaisar Romawi. Ia menyarankan para menteri dan Jenderal-jenderalnya supaya berdamai saja dengan orang-orang Islam, dan berperang melawan mereka, lantaran itu hanya akan menimbulkan kerugian saja. Tetapi para menteri dan Jenderal-Jenderalnya tetap bersikeras hendak meneruskan perang sambil sesumbar: “Demi Tuhan, akan kita layani Abu Bakar itu, hingga ia tidak bisa mendatangkan pasukan berkudanya ke negeri kita ini.”

Mereka menyiapkan tidak kurang dari 240.000 tentara untuk peperangan ini. Para intel pasukan tentara Islam mengirimkan citra wacana situasi gawat ini kepada Khalifah. Mengetahui hal itu Abu Bakar berkata, “Demi Allah, semua kekhawatiran dan keragu-raguan mereka akan kusembuhkan dengan kedatangan Khalid.”  Penyembuh kekhawatiran ini, berupa perintah berangkat ke negeri Syam kepada Khalid untuk memimpin seluruh pasukan Islam yang sudah mendahului berada di sana. Dengan sigap Khalid bin Walid melakukan perintah Khalifah, dan menyerahkan pimpinan pasukan di Irak kepada Mutsanna bin Haritsah, setelah semua urusannya di Irak selesai, ia segera berangkat menuju Syam.

Di medan perang, sebelum pertempuran di mulai, ia bangun di tengah-tengah pasukannya sambil berpidato, “Hari ini yakni hari-hari Allah, tak pantas kita di sini berbangga-bangga dan berbuat durhaka….Ikhlaskanlah jihad kalian, dan harapkan Ridlo Yang Mahakuasa dengan perangmu! Mari kita bergantian memegang pimpinan, yaitu secara bergiliran. Hari ini salah seorang memegang pimpinan, besok yang lain, lusa yang lain lagi, sehingga seluruhnya menerima kesempatan memimpin…!”

Balatentara Romawi, jikalau dilihat dari besarnya jumlah tentara dan perlengkapan persenjataan yang mereka miliki, merupakan sesuatu yang sangat mendebarkan bagi siapa saja yang melihatnya. Tak diragukan lagi, bahwa pasukan Islam sebelum kedatangan Khalid bin Walid merasa gentar dan cemas serta gelisah dalam jiwa mereka. Hanya lantaran iktikad merekalah yang menciptakan hati mereka mantap.

Bagaimanapun hebatnya orang-orang Romawi dan balatentaranya, tapi Abu Bakar telah berkata, “Khalid yang akan menyelesaikannya…, Demi Allah, segala kekhawatiran mereka akan kulenyapkan dengan seorang Khalid! Biarkan orang-orang Romawi dengan segala kehebatannya itu datang! Bukankah bagi kaum muslimin ada tukang pukulnya?”

Khalid bin Walid membrifing komandan-komandan tentaranya, dengan mempersiapkan dan membagi-bagi pada beberapa kesatuan besar. Diaturnya langkah-langkah taktik dan taktik untuk menyerang dan bertahan, untuk menandingi taktik-taktik tentara Romawi, menyerupai yang telah dialaminya dari kawan-kawannya orang Persia di Irak, dengan melukiskan setiap kemungkinan dari peperangan ini.

Sebelum terjun ke kancah peperangan, ada satu hal yang sedikit menganggu pikirannya, yaitu kemungkinan sebagian anggota pasukannya yang melarikan diri, terutama mereka yang gres saja masuk Islam, setalah mereka melihat kehebatan dan keseraman tentara Romawi.

Salah satu diam-diam kemenangan-kemenangan istimewa yang diraih Khalid dalam setiap pertempuran,ialah “Tsabat” artinya tetap sabar dan disiplin. Ia melihat, bahwa larinya dua tiga orang prajurit, akan membuatkan kepanikan dan kekacauan pada seluruh kesatuan  yang akan berakibat fatal, dan ini merpakan bencana. Oleh alasannya yakni itu, tindakannya sangat tegas dan keras sekali terhadap mereka yang membuang senjata dan melarikan diri dari medan pertempuran. Maka dalam peperangan Yarmuk ini, setelah seluruh pasukannya mangambil posisi, dipanggilnya perempuan-perempuan Muslimah untuk memanggul senjata. Mereka diperintahkan untuk mengambil posisi dibelakang barisan pasukan muslimin di setiap penjuru. Khalid berpesan kepada mereka, “Siapa saja yang melarikan diri dari medan pertempuran ini, bunuh saja mereka!”

Sebelum pertempuran dahsyat itu berlangsung, Panglima tentara Romawi meminta Khalid Tampil ke depan, lantaran ingin berbicara dengannya. Khalid tampil ke depan sehingga mereka berdua saling berhadapan di atas punggung kuda masing-masing, di suatu daerah tanah lapang diantara kedua pasukan.

Panglima pasukan tentara Romawi yang berjulukan Mahan itu berkata kepada Khalid: “Kami tahu, bahwa yang mendorong kalian keluar dari negeri kalian tidak lain hanyalah lantaran kelaparan dan kesulitan, jikalau kalian setuju, saya beri dari masing-masing kalian ini 10 dinar lengkap dengan pakaian dan makanan, asalkan kalian pulang kembali ke negeri kalian. Dan di tahun yang akan tiba saya akan kirimkan sebanyak itu pula……!

Mendengar itu, bukan main marahnya Khalid, tapi hal tetap ditahan, sambil menggetakkan giginya, ia menganggap suatu penghinaan dan kekurang pedoman dari panglima Romawi itu. Lalu di jawabnya dengan berucap: “Bahwa yang mendorong kami keluar dari negeri kami, bukan lantaran lapar menyerupai yang anda kira, tapi kami yakni suatu bangsa yang biasa minum darah. Dan kami sangat paham, bahwa tak darah yang lebih manis dan lebih lezat dari darah orang-orang Romawi, lantaran itulah kami datang!”

Panglima Khalid bin Walid menggeretakkan kekang kudanya, sambil kembali ke barisan pasukannya, diangkatnya bendera tingi-tinggi sebagai tanda dimulainya pertempuran. “Allahu Akbar,……berhembuslah angin surga,” teriaknya. Di tengah-tengah poertempuran sengit itu berlangsung, ada salah seorang dari tentara muslim yang mendekati Abu Ubaidan bin Jarrah, sambil berkata, “Aku sudah bertekad untuk mati syahid, apakah anda memiliki pesan penting yang bisa kusampaikan kepada Rasulullah saw, jikalau saya menemuinya nanti?” Abu Ubaidah menjawab, “Ada, sampaikan kepada beliau, Ya Rasululullah, sebenarnya kami telah menemukan bahwa apa yang telah di janjikan Allah, memang benar!”

Setelah itu, lelaki itu pergi menyeruak ke tengah-tengah medan pertempuran dengan menyerang bagai anak panah yang lepas dari busurnya. Ia menyerbu ke tengah-tengah pertempuran dahsyat, merindukan daerah peraduan, hingga kesudahannya ia mati syahid. Dia yakni Ikrimah Abu jahal, anak Abu Jahal. Ia berseru kepada barisan tentara orang-orang Islam, pada ketika tekanan tentara Romawi semakin berat, dengan bunyi lantang, dia berkata, “Sungguh saya telah usang memerangi Rasulullah di masa lalu, sebelum saya menerima hidayah dari Allah, masuk Islam. Apakah pantas saya lari hari ini, dari musuh-musuh Yang Mahakuasa ini?” sambil berteriak ia berseru kepada pasukan Muslim, “Siapa yang bersedia dan berjanji untuk mati?”

Sekelompok pasukan muslimin berjanji kepada Ikrimah untuk berjuang hingga mati, kemudian mereka sama-sama menyerbu ke jantung pertahanan musuh, mereka hanya mencari kemenangan, tetapi jikalau kemenangan itu harus ditebus dengan jiwa raganya, mereka sudah siap untuk mati syahid….. Yang Mahakuasa mendapatkan pengorbanan  dan bai’at mereka, mereka semuanya mati syahid.

Di tengah pertempuran sengit itu, Khalid bin Walid mengerahkan 100 orang tentaranya, tidak lebih. Mereka diperintahkan untuk bersamanya menyerbu sayap kiri pasukan tentara Romawi yang jumlahnya tidak kurang dari 40.000 orang tentara. Khalid berpesan kepada mereka,: “Demi Allah, yang diriku di tangan-Nya, tak ada lagi kesabaran dan ketabahan yang tinggal pada orang-orang Romawi, kecuali apa yang kami lihat! Sungguh, saya berharap Yang Mahakuasa memperlihatkan kesempatan kepada kalian untuk menebas batang-batang keher mereka…!”

Kehebatan Khalid bin Walid ini sangat mengagumkan para panglima dan komandan tentara Romawi. Hal ini mendorong salah seorang dari mereka, berjulukan Georgius, mengundang Khalid pada saat-saat peperangan berhenti beristirahat, untuk bercakap-cakap. Panglima Romawi itu berkata kepada Khalid:“Tuan Khalid,….jujurlah anda kepadaku, jangan berbohong, alasannya yakni orang merdeka itu tak pernah bohong! Apakah Tuhan telah menurunkan sebilah pedang kepada Nabi anda dari langit, kemudian pedang itu diberikannya kepada anda, hingga setiap anda hunuskan terhadap siapapun, pedang tersebut niscaya membinasakannya?” jawab Khalid, “Oh, tidak.”

Orang itu bertanya lagi, “Mengapa anda dinamakan Si Pedang Allah?” Jawab Khalid, “Sesungguhnya Yang Mahakuasa telah mengutus Rasul-Nya kepada kami, sebagian kami ada yang membenarkannya, dan sebagian lagi ada yang mendustakannya sehingga Yang Mahakuasa menjadikan hati kami mendapatkan Islam, dan memberi petunjuk kepada kami melalui Rasul-Nya, kemudian kami berjanji setia kepadanya……, Rasulullah mendoakanku dan berkata kepadaku, “Engkau yakni pedang Yang Mahakuasa diantara sekian banyak pedang-pedang-Nya.” Demikianlah, maka saya diberi julukan  pedang Allah”.

Dialog selanjutnya terjadi antara panglima itu dengan Khalid:
Kepada siapa anda sekalian diserunya?
Kepada Men-tauhid-kan Yang Mahakuasa dan kepada Islam
Apakah orang-orang yang masuk Islam kini akan mendapatkan pahala menyerupai anda juga?
Memang, bahkan lebih……..
Bagaimana sanggup terjadi, padahal anda telah lebih dahulu memasukinya?
Karena sebenarnya kami telah hidup bersama Rasulullah dan kami telah melihat gejala Kerasulan dan mukjizatnya, dan masuk akal bagi setiap orang yang telah melihat menyerupai yang kami lihat, dan mendengar menyerupai yang kami dengar, akan masuk Islam dengan mudah. Adapun anda, wahai orang-orang yang belum pernah melihat dan mendengarnya, kemudian anda beriman kepada yang gaib, maka pahala anda lebih berlipat ganda dan besar, bila anda membenarkan Yang Mahakuasa dengan hati nrimo serta niat yang suci…

Panglima Romawi itu kemudian berseru sambil memajukan kudanya ke bersahabat Khalid dan bangun disampingnya “Ajarkanlah kepadaku Islam itu, wahai Khalid….! Maka setelah itu masuk islamlah si panglima itu, dan salat dua rakaat, satu-satunya salat yang sempat dilakukan, lantaran setelah insiden itu kedua pasukan mulai bertempur lagi. Panglima Romawi, Georgius, yang kini bertempur di pihak kaum muslimin itu, dengan matian-matian menuntut syahid, hingga ia mencapainya dan ia mendapatkannya……..

Kehidupan Khalid bin Walid yakni perang semenjak lahir hingga matinya. Lingkungan, Pendidikan, pertumbuhan dan seluruh hidupnya, sebelum dan sehabis Islam, seluruhnya merupakan arena bagi seorang pendekar Berkuda yang sangat lihai dan ditakuti.

Pedangnya yakni alat yang sangat ampuh sebagai penebus masa lalunya. Pedang yang berada dalam genggaman seorang panglima berkuda menyerupai Khalid, dan tangan yang menggenggam pedang itu digerakkan oleh hati yang bergelora serta di dorong oleh pembelaan yang mutlak terhadap agama yang suci, sungguh amat sulit bagi pedang ini untuk melepaskan diri sama sekali dari pembawaannya yang keras dan dahsyat, dan ketajamannya yang memutus…….

Khalifah Umar bin Khattab pernah berkata, “Tak ada seorang perempuan pun yang akan sanggup melahirkan lagi pria menyerupai Khalid.” Ia yakni pribadi yang sering dilukiskan oleh para sahabat-sahabat maupun musuh-musuhnya, dengan: “Orang yang tidak pernah tidur, dan tidak membiarkan orang lain tidur.”

Suatu ketika ia pernah berkata: “Tak ada yang sanggup menandingi kegembiraanku, bahkan lebih pada ketika malam pengantin, atau di ketika dikaruniai Bayi, yaitu suatu malam yang sangat genting, dimana saya dengan ekspedisi tentara bersama orang-orang Muhajirin menggempur kaum musyrikin di waktu subuh.”

Ada sesuatu yang selalu merisaukan pikirannya sewaktu masih hidup, yaitu kalau-kalau ia mati di atas daerah tidur, padahal ia telah menghabiskan seluruh usianya di atas punggung kuda perang dan dibawah kilat pedangnya.

Ketika itu ia berkata: “Aku telah ikut serta berperang dalam pertempuran di mana-mana, seluruh tubuhku penuh dengan tebasan pedang, bacokan tombak serta tancapan anak panah…….kemudian inilah aku, tidak menyerupai yang saya inginkan, mati di atas daerah tidur, laksana matinya seekor unta.”

Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, ia berwasiat kepada Khalifah Umar, semoga Khalifah mewakafkan harta kekayaan yang ia tinggalkan, yang berupa Kuda dan Pedangnya. Selebihnya tidak ada lagi barang berharga yang sanggup dimiliki oleh orang.

Seumur hidupnya ia tak pernah dipengaruhi oleh keinginan, kecuali menikmati kemenangan dan berjaya mengalahkan musuh kebenaran. Tak satupun kesenangan duniawi yang sanggup mensugesti keinginan nafsunya, kecuali hanya satu, yaitu barang yang dengan sangat hati-hati sekali dan mati-matian ia menjaganya. Barang itu berupa Kopiah. Pernah suatu ketika, kopiah itu jatuh dalam perang Yarmuk. Ia bersama beberapa pasukannya dengan susah payah mencarinya. Ketika orang lain mencelanya lantaran itu, ia berkata, “Di dalamnya terdapat beberapa helai rambut dari ubun-ubun Rasulullah saw”.

Di ketika jenazahnya di usung beberapa teman keluar dari rumahnya, sang ibu memandangnya dengan kedua mata yang bercahaya memperlihatkan kekerasan hati tapi disaput awan murung cita, kemudian melepaskannya dengan kata-kata:
Jutaan orang tidak sanggup melebihi keutamaanmu….
Mereka gagah perkasa tapi tunduk di ujung pedangmu…
Engkau pemberani melebihi Singa Betina…..
Yang sedang mengamuk melindungi anaknya……
Engkau lebih dahsyat dari air bah…..
Yang terjun dari celah bukit curam ke lembah……
Rahmat Yang Mahakuasa bagi Abu Sulaiman,
Apa yang ada di sisi Yang Mahakuasa lebih baik daripada yang ada di dunia.
Ia hidup terpuji, dan berbahagia setelah mati…..


No comments:

Post a Comment