Sunday 16 August 2015

Antara Nikah Sirri, Nikah Mut'ah Dan Poligami


Nikah berdasarkan bahasa berarti menghimpun atau mengumpulkan. Pengertian nikah berdasarkan istilah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim sebagai suami istri dengan tujuan untuk membina suatu rumah tangga yang senang berdasarkan tuntunan Tuhan Swt.

Pengertian pernikahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ihwal Perkawinan, perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang senang dan abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang berisi perintah menikah sebagai berikut.

Artinya: Dan di antara gejala (kebesaran)-Nya ialah Dia membuat pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kau cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia mengakibatkan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat gejala (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (Q.S. ar-Rum [30]: 21)

Hukum menikah ialah sunah muakkad, tetapi sanggup berubah sesuai dengan kondisi dan niat seseorang. Jika seseorang menikah dengan diniatkan sebagai perjuangan untuk menjauhi dari perzinaan, hukumnya sunah. Akan tetapi, jikalau diniatkan untuk sesuatu yang buruk, hukumnya menjadi makruh, bahkan haram. (Sulaiman Rasyid. 1996. Halaman 382)

Rukun Nikah
Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi supaya pernikahan menjadi sah. Jika hal-hal tersebut tidak terpenuhi berarti pernikahan dianggap belum terjadi. Rukun nikah sebagai berikut.
a. Ada mempelai yang akan menikah.
b. Ada wali yang menikahkan.
c. Ada ijab dan qabul dari wali dan mempelai laki-laki.
d. Ada dua saksi pernikahan tersebut.

Dalam pernikahan harus ada kerelaan hati laki-laki dan perempuan yang akan menikah tanpa paksaan. Kerelaan hati merupakan sesuatu yang tidak sanggup dilihat atau tersembunyi sehingga perlu diungkapkan dalam bentuk ijab kabul.

Syarat Nikah
Selain mempunyai rukun, pernikahan juga ada syarat-syarat tertentu sebagai berikut.
a. Calon Suami Telah Baliq dan Berakal
Calon suami disyaratkan telah balig dan berakal. Calon suami juga disyaratkan tidak mempunyai halangan syar’i untuk menikahi perempuan tersebut.
b. Calon Istri yang Halal Dinikahi
Calon istri disyaratkan perempuan yang halal dinikahi dan bersedia dinikahi.
c. Lafal Ijab dan Kabul Harus Bersifat Selamanya
Ijab merupakan pernyataan pertama yang dikemukakan oleh salah satu pihak yang mengandung harapan secara niscaya untuk mengikatkan diri. Kabul merupakan pernyataan pihak lain yang menyatakan diri mendapatkan pernyataan ijab tersebut. Ijab dan kabul dalam nikah harus bersifat selamanya bukan untuk sementara atau dibatasi oleh waktu. Ijab dan kabul yang bersifat sementara atau yang membatasi waktu pernikahan diharamkan dalam Islam.
d. Dua Orang Saksi
Menurut jumhur ulama pernikahan minimal dihadiri oleh dua orang saksi. Saksi dalam pernikahan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1) Cakap bertindak secara aturan (balig dan berakal).
2) Minimal dua orang.
3) Laki-laki.
4) Merdeka.
5) Orang yang adil.
6) Muslim.
7) Dapat melihat (menurut ulama Mazhab Syafi‘i). 
(Sulaiman Rasyid. 1996. Halaman 384)

Pernikahan dalam Islam sah jikalau dilakukan dengan rukun dan syarat sebagaimana dijelaskan di atas. Ketentuan ihwal pernikahan berdasarkan aturan Islam ini menjadi pola Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ihwal Perkawinan sebagai dasar aturan pelaksanaan pernikahan bagi umat Islam. Dalam perkembangannya, masyarakat kita dikala ini mengenal beberapa macam pernikahan, contohnya nikah sirri, mut’ah, dan poligami.

Ustadz M. Arifin Ilham 

a. Nikah Sirri
Nikah sirri ialah pernikahan yang dilakukan tanpa proses pencatatan oleh pemerintah yang wewenangnya ada pada KUA (Kantor Urusan Agama). Nikah dengan cara ini disebut sirri yang secara bahasa berarti diam-diam. Oleh alasannya tanpa pencatatan dari pemerintah, nikah sirri cenderung merugikan salah satu pihak, khususnya perempuan jikalau terjadi dilema dalam pernikahannya.
b. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah yaitu seseorang menikah dalam batas waktu tertentu dengan menunjukkan kepada seorang perempuan berupa harta, makanan, atau pakaian. Ketika batas waktu yang disepakati sudah selesai, mereka dengan sendirinya berpisah tanpa harus melalui perceraian. Dengan demikian, tidak berlaku hak waris mewarisi. Pernikahan jenis ini tidak boleh oleh Rasulullah alasannya bertentangan dengan nilai keadilan dalam Islam.

Pernikahan merupakan salah satu perintah agama yang mempunyai banyak hikmah. Di antara pesan tersirat pernikahan mencakup hal-hal sebagai berikut.

  1. Memenuhi kebutuhan biologis insan dengan cara yang suci dan halal.
  2. Memelihara kesucian dan kehormatan dari perbuatan zina.
  3. Membentuk rumah tangga islami yang sejahtera lahir dan batin.
  4. Mendidik bawah umur menjadi mulia dan memelihara nasab.
  5. Mengikuti sunah rasul dan untuk meningkatkan ibadah kepada Tuhan Swt.
  6. Memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara dan mendidik anak.
  7. Membagi tanggung jawab antara suami dengan istri yang selama ini masih dipikul sendiri-sendiri.
  8. Menyatukan keluarga kedua belah pihak.
c. Poligami
Poligami ialah menikahnya seorang laki-laki dengan perempuan dengan jumlah lebih dari satu, maksimal empat. Dalam Islam, seorang laki-laki dibolehkan melaksanakan poligami (Q.S. an-Nisa -’ [4]: 3), tetapi dengan syarat-syarat tertentu yang tidak mudah, contohnya harus adil, sanggup memenuhi kebutuhan istri, dan terhindari dari perselisihan antaristri. Oleh alasannya itu, bagi yang tidak sanggup memenuhi syarat tersebut, dianjurkan untuk monogami (beristri satu).


No comments:

Post a Comment