Friday 4 May 2018

Keadaan Politik, Ekonomi, Dan Sosial Budaya Pra G 30 S/Pki


Krisis ketatanegaraan dan pemerintahan yang terjadi pada tahun 1950-an memuncak dengan keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Presiden Soekarno membubarkan Kabinet Djuanda dan membentuk Kabinet Kerja. Presiden Soekarno juga membubarkan dewan perwakilan rakyat hasil pemilu 1955 sebab menolak anggaran belanja negara yang diajukan pemerintah. Bung Karno lalu membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) tanggal 24 Juni 1960.

Perbandingan keanggotaan DPRGR yang seluruh anggotanya dipilih Bung Karno yakni nasionalis (94), Islam (67), dan komunis (81). Dengan demikian, PKI memperoleh banyak laba dari kebijakan Bung Karno. DPRGR dilantik Bung Karno tanggal 25 Juni 1960. Tugasnya yakni melaksanakan manipol, merealisasikan amanat penderitaan rakyat, dan melaksanakan demokrasi terpimpin.

Presiden Soekarno benar-benar menjadi inisiator dan operator politik tunggal demokrasi terpimpin. Garis kebijakannya ihwal demokrasi terpimpin tertuang dalam pidatonya tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita. Langkah yang ditempuh yakni membentuk Front Nasional, menggabungkan forum tinggi dan tertinggi negara di bawah kendalinya, serta membentuk Musyawarah Pembantu Pemimpin Revolusi (MPPR). Dampak kebijakan Presiden Soekarno bagi kehidupan bangsa dan negara sebagai berikut.


a. Kehidupan Politik
PKI berusaha keras berada di belakang imbas Bung Karno. PKI senantiasa memainkan peranan sebagai golongan yang paling Pancasilais. Gagasan Bung Karno ihwal Nasakom terperinci menguntungkan gerakan PKI. Bahkan, D.N. Aidit pada tahun 1964 berani berkata, ”bila kita telah mencapai taraf hidup adil dan makmur dan telah hingga kepada sosialisme Indonesia, maka kita tidak lagi membutuhkan Pancasila.”

Gerakan PKI ini dihadang golongan Islam dan Tentara Nasional Indonesia AD. Bahkan, semenjak pembentukan DPRGR kedua kelompok ini telah menentang secara keras. Namun, upaya itu menerima rintangan sebab Bung Karno memang melindungi keberadaan PKI. Kondisi politik ketika itu benar-benar panas sebab PKI melaksanakan beberapa agresi dan kerusuhan. Konflik antara PKI dan Tentara Nasional Indonesia AD pun tidak terhindarkan.

b. Kondisi Perekonomian
Selama demokrasi terpimpin Bung Karno menempatkan politik sebagai panglima. Beragam kebijakan dan pengaturan menjadi sia-sia sebab besarnya anggaran untuk proyek-proyek mercusuar. Bung Karno ketika itu sangat getol membangun jaringan dengan negara-negara sosialis komunis. Beliau memelopori pembentukan Conferences of the Emerging Forces (Conefo). Oleh sebab itu, dibangunlah gedung Conefo yang sekarang menjadi gedung MPR/DPR. Untuk keperluan Games of the New Emerging Forces (Ganefo), Bung Karno membangun Istora Senayan.

Selain untuk proyek tersebut, anggaran pemerintah juga dihabiskan untuk membiayai politik konfrontasi. Saat cadangan anggaran habis, pemerintah menghimpun dana-dana revolusi dan memperbanyak utang luar negeri. Dampak dari kebijakan tersebut yakni tingginya inflasi, melonjaknya harga kebutuhan masyarakat, dan tergencetnya perekonomian rakyat. Bukan pemandangan yang absurd apabila selama demokrasi terpimpin banyak terjadi antrean beras dan minyak.

c. Kehidupan Sosial
Doktrin Nasakom yang disuarakan Bung Karno mempengaruhi kehidupan sosial kemasyarakatan. Hal ini terlihat sekali dalam kehidupan pers. Surat kabar yang menentang Nasakom atau PKI diberedel. Misalnya Pedoman, Nusantara, Keng Po, Pos Indonesia, dan Star Weekly. Sebaliknya, surat kabar PKI merajai dunia penerbitan pers ketika itu, menyerupai Harian Rakyat, Bintang Timur,dan Warta Bhakti. Mereka juga menerbitkan surat kabar Bintang Muda, Zaman Baru, dan Harian Rakyat Minggu. Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) milik pemerintah didominasi oleh golongan komunis. Surat kabar milik PKI melaksanakan propaganda dan agitasi terhadap lawan-lawan politiknya. Dengan jalan itu, PKI berhasil mendominasi kehidupan sosial politik masyarakat.

Untuk memurnikan aliran Bung Karno dari imbas komunis, beberapa tokoh membentuk Barisan Pendukung Soekarnoisme (BPS). BPS diketuai oleh Adam Malik dibantu oleh B.M. Diah, Sumantoro, dan kawan-kawan. Berdirinya BPS menerima tekanan dari PKI. Bahkan, PKI memfitnah bahwa BPS merupakan bentukan Amerika. Bung Karno lalu mendukung PKI dengan melarang aktivitas BPS.

d. Kehidupan Budaya
Saat PKI merajai kehidupan politik, semua aktivitas kebudayaan terpengaruh. Sejak tahun 1950 PKI telah membentuk Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dengan tokoh utamanya Pramoedya Ananta Toer. Lekra dengan kejam menindas dan meneror kaum intelektual dan sastrawan Indonesia yang tidak mau bergabung dengannya. Pada ketika yang sama, Lekra mempropagandakan misi dan kepentingan PKI terutama berkaitan dengan penyebaran ideology komunis. Para mahasiswa PKI bergabung dalam Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI). Mereka meneror mahasiswa lain yang tidak mau bergabung.

Para sastrawan dan cendekiawan penentang Lekra membuat Manifes Kebudayaan tanggal 17 Agustus 1963. Mereka mendukung Pancasila, tetapi menolak bergabung dengan Nasakom. Para sastrawan dan intelektual itu menghendaki suatu kebudayaan Indonesia yang tidak didominasi oleh ideologi tertentu. Tokoh manifes ini yakni H.B. Jassin. PKI lalu memakai kekuasaan Bung Karno untuk melarang aktivitas manifes kebudayaan. Akhirnya, Bung Karno benar-benar melarangnya tanggal 8 Mei 1964. Bahkan H.B. Jassin lalu dipecat sebagai dosen di Universitas Indonesia Jakarta.

Demikianlah cara PKI membuat suasana yang menguntungkan kepentingan politiknya. Mereka melekat setiap kebijakan Bung Karno dengan membentuk lembaga-lembaga pendukung. Teror dan fitnah mereka jalankan untuk menghadapi kelompok antikomunis. Berkat pertolongan dan proteksi Bung Karno, PKI bisa memasuki seluruh sendi kehidupan bangsa. Oleh sebab itu, PKI tinggal menunggu waktu untuk merebut kekuasaan sesuai dengan dogma komunisme.


No comments:

Post a Comment