Sejarah Terbentuknya Voc (Vereenigde Oost Indische Compagnie)

Pada tahun 1602, atas nasihat Johan van Olden Barneveld, bangsa Belanda mendirikan VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie/Serikat Dagang Hindia Belanda) di Ambon pada tanggal 20 Maret 1602 dan pada tahun 1619 dipindahkan ke Batavia. Dengan modal pertama 6,5 milyar Gulden.

Tujuan pembentukan VOC adalah:

1. Untuk menghadapi persaingan antarpedagang Belanda supaya bisa menghadapi tentangan dengan bangsa lain.
2. Memonopoli perdagangan untuk mendapat laba yang besar.
3. Membantu pemerintah Belanda yang sedang berperang dengan Spanyol.

Tahun 1602 VOC memiliki hak octrooy atau izin untuk memonopoli perdagangan dari pemerintah Belanda. Wilayah monopoli dagang tersebut dimulai dari Tanjung Pengharapan (Afrika Selatan) hingga selat Magellan (Filipina).

Dengan hak khusus tersebut, VOC menjadi forum pemerintah sekaligus perdagangan yang otonom di wilayah jajahan. Itulah sebabnya, kehadiran VOC di wilayah jajahannya dipimpin oleh seorang Gubernur Jenderal, yang sekaligus termasuk Heeren Seventien (17 Pimpinan). Gubernur Jenderal menjalankan dua tugas sekaligus yaitu sebagai eksekutif perusahaan dan pimpinan pemerintahan.

Pimpinan tertinggi VOC di Hindia Timur. 

Sejak tahun 1608 terdiri atas gubernur jenderal (mewakili pihak Kerajaan Belanda) dan Road van Indie (Dewan Hindia). Keduanya disebut “Hooge Regering” (Pemerintah tertinggi). Gubernur Jenderal pertama dijabat oleh Pieter Both (1610–1614). Ia berkantor di atas kapal yang berlabuh diperairan Ambon. Pieter Both berencana untuk memindahkan sentra kedudukan VOC ke Batavia (Jayakarta). Ini didasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain:

1. Jayakarta lebih strategis dibandingkan dengan Ambon lantaran terletak di tengah jalur perdagangan Asia.
2. Dari Jayakarta, VOC akan lebih gampang menyingkirkan Portugis yang berkedudukan di Malaka.

Untuk melaksanakan tujuannya tersebut, Pieter Both meminta izin kepada Pangeran Jayakarta. Sebab Jayakarta termasuk wilayah kekuasaan Kerajaan Banten. Permintaan tersebut dikabulkan. Tetapi beberapa tahun kemudian, Pangeran Jayakarta juga memberi izin kepada EIC dari Inggris untuk mendirikan kantor dagangnya di Jayakarta. Akhirnya, terjadilah persaingan antara VOC dengan EIC.

Dalam suasana persaingan antara VOC dan EIC, terjadilah pergantian gubernur jenderal VOC. Pieter Both digantikan oleh Jan Pieterszoon Coen. Untuk menghadapi persaingan dengan EIC, ia mendirikan benteng di Jayakarta, berjulukan Batavia. Kemudian VOC menghasut penguasa Banten Ranamenggala untuk memecat Pangeran Jayakarta, sekaligus menutup izin dagang EIC. Akhirnya semenjak tanggal 31 Mei 1619, VOC memperoleh hak penuh atas Jayakarta. Sejak ketika itu pula nama Jayakarta diubah namanya menjadi Batavia, lantaran kota Jayakarta telah banyak yang rusak akhir pertempuran dengan Banten.

Dalam pelaksanaan monopoli perdagangan, VOC mengambil beberapa tindakan. Diantaranya:

1. Pelayaran Hongi: patroli dengan memakai bahtera kora-kora, yang dilengkapi dengan senjata untuk mengawasi pelaksanaan monopoli di Maluku.
2. Hak ekstripasi: eksekusi terhadap para pelanggar hukum monopoli.

Masa kejayaan VOC pelan-pelan memudar. Pegawai-pegawai VOC banyak yang melaksanakan korupsi. Selain itu adanya tentangan dari bangsa lain yaitu Prancis dan Inggris, dalam melaksanakan monopoli rempah-rempah. Pemberian deviden kepada para pemegang saham. Akhirnya perjuangan yang dilakukan VOC mengalami kerugian, sementara menimbulkan jumlah biaya yang dikeluarkan cukup tinggi.