Wednesday 18 October 2017

Pengorbanan Seorang Istri


Ia mulai dari tidak ada apa-apanya bekerja sebagai kuli bangunan sampai karenanya berhasil menjadi kepala bagian. Kemudian ia membentuk tim pekerja tersendiri yang karenanya berkembang menjadi sebuah perusahaan konstruksi.

Sang istri yang mendampingi laki-laki ini semenjak kuli bangunan, semakin hari tampak semakin tua. Tubuh yang dulunya langsing, kini tampak bernafsu berotot, kulit pun tidak sehalus dulu. Dibandingkan dengan beribu perempuan anggun di luar sana, ia tampak terlalu sederhana dan pendiam. Kehadirannya senantiasa mengingatkannya akan masa kemudian yang sukar.




Sang suami berpikir, inilah saatnya ijab kabul ini berakhir. Ia menabungkan uang sebesar 1 miliar ke dalam bank istrinya, membeli juga baginya sebuah rumah di tempat kota. Ia merasa, ia bukanlah suami yang tak berperasaan. Sekiranya ia tidak mempersiapkan bekal bagi hari bau tanah istrinya, hatinya pun tidak tenang...... Akhirnya, ia pun mengajukan somasi cerai kepada istrinya.

Sang istri duduk berhadapan dengannya. Tanpa berbicara sepatah katapun ia mendengarkan alasan sang suami mengajukan perceraian. Tatapannya terlihat tetap teduh dan tenang. Ketika hari sang istri pergi dari rumah pun tiba, sang suami membantunya memindahkan barang-barang menuju rumah gres yang dibelikan oleh suaminya. Demikian ijab kabul yang telah dibangun selama hampir 20 tahun lebih itu pun berakhir begitu saja.

Sepanjang pagi itu, hati sang suami sungguh tidak tenang. Menjelang siang, ia pun terburu-buru kembali ke rumah tersebut. Namun ia mendapati rumah tersebut kosong, sang istri telah pergi. Di atas meja tergeletak kunci rumah, buku tabungan berisi 1 miliar rupiah dan sepucuk surat yang ditulis oleh istrinya.

"Saya pamit, pulang ke rumah orang bau tanah saya. Semua selimut telah dicuci bersih, dijemur di bawah matahari, kusimpan di dalam kamar belakang, lemari sebelah kiri. Jangan lupa memakainya ketika cuaca mulai dingin. Sepatu kulitmu telah kurawat semua, nanti bila karenanya mulai ada yang rusak, bawa ke toko sepatu di sudut jalan untuk diperbaiki. Kemejamu kugantung pada lemari baju sebelah atas, kaos kaki, ikat pinggang kutaruh di dalam laci kecil di sebelah bawah. Setelah saya pergi, jangan lupa meminum obat dengan teratur. Lambungmu sering bermasalah. Aku telah menitip teman membelikan obat cukup banyak untuk persediaanmu selama setengah tahun.  Oh ya, kau sering sekali keluar rumah tanpa membawa kunci, jadi saya mencetak 1 set kunci serta kutitipkan pada security di lantai bawah. Semisalnya kau lupa lagi membawa kunci, ambil saja padanya. Ingat tutup pintu dan jendela sebelum pagi-pagi berangkat kerja, jika tidak, air hujan sanggup masuk merusak lantai rumah.Aku juga berbagi pangsit. Kutaruh di dapur. Sepulang dari kantor, kau sanggup memasaknya sendiri "

Tulisannya jelek, sukar dibaca. Namun setiap aksara bagaikan selongsong peluru berisikan cinta tulus, yang ditembakkan menghujam jauh ke dalaman ulu hatinya.

Ia memandang setiap pangsit yang terbungkus rapi. Ia teringat 20 tahun yang kemudian ketika ia masih menjadi seorang kuli bangunan, teringat bunyi istrinya memotong sayur, mempersiapkan pangsit di dapur, teringat betapa bunyi itu bagikan melodi yang indah dan betapa bahagianya ia pada dikala itu. Ia pun tiba-tiba teringat akad yang diucapkannya dikala itu: "Saya harus memberi kebahagiaan bagi istri saya."  

Detik itu juga ia berlari secepat kilat segera menyalakan mobilnya. Setengah jam kemudian, dengan bersimbah keringat, karenanya ia menemukan istrinya di dalam kereta.

Dengan nada murka ia berkata, "Kamu mau ke mana? Sepagian saya letih di kantor, pulang ke rumah sesuap nasi pun tak sanggup kutelan. Begitu caranya kau jadi istri? Keterlaluan! Cepat ikut saya pulang!"

Mata sang istri berkaca-kaca, dengan taat ia pun berdiri mengikuti sang suami dari belakang. Mereka pun pulang. Perlahan, air mata sang istri bermetamorfosis senyum bahagia.

Ia tidak mengetahui bahwa sang suami yang berjalan di depannya telah menangis sedemikian rupa. Dalam perjalanan sang suami berlari dari rumah ke stasiun kereta, ia begitu takut. Ia takut tidak berhasil menemukan istrinya, ia sangat takut kehilangan dia.

Ia meratapi dirinya mengapa dirinya begitu ndeso sampai hendak mengusir perempuan yang begitu ia cintai. Kehidupan ijab kabul selama 20 tahun ini ternyata telah mengikat erat-erat mereka berdua menjadi satu.

Kekayaan yang bekerjsama bukanlah terletak pada angka di dalam buku tabungan, melainkan terletak pada senyuman senang pada wajah Anda.
Love Laugh Life

No comments:

Post a Comment