Monday 26 June 2017

Kisah Sahabat Nabi: Khubaib Bin Adi


Inilah satu dari sekian kisah sejarah. Sebuah maha kisah perihal pengorbanan yang tiada taranya. Sebuah kisah pelajaran dari seorang yang pernah disalib, Khubaib bin Adi. Seorang sahabat Anshar, berjiwa bersih, berhati mulia dan bersifat terbuka.

Hasan bin Tsabit yang hebat bersyair menggambarkan Khubaib bin Adi sebagai berikut:
“Seorang satria yang kedudukannya sebagai teras orang-orang Anshar. Seorang yang nrimo namun tegas dan keras tak sanggup ditawar-tawar.”



Khubaib bin Adi yaitu salah seorang satria gagah berani pada perang Badar. Seorang prajurit berani mati yang menghalau musuh di depannya. Salah seorang musyrik yang menghalangi jalan Khubaib yaitu seorang kafir Quraisy berjulukan al Harits bin Amr bin Naufal. Peristiwa ini menciptakan Bani Harits keluarganya mengambarkan Khubaib bin Adi sebagai orang yang telah menewaskan ayah mereka.

Bagian dari Penyelidik Nabi SAW
Rasulullah SAW dikala ingin mengetahui gerak-gerik kaum Quraisy dikala akan menghadapi perang Badar sehabis menciptakan sebuah pasukan kecil terdiri dari sepuluh orang. Pasukan kecil ini dipimpin Ashim bin Tsabit dan Khubaib termasuk di dalamnya. Mereka ditugaskan untuk menyidik gerak-gerik kaum Quraisy.

Mereka berangkat hingga di suatu daerah antara Oefan dan Mekah. Namun, gerakan mereka tercium oleh orang di kampung Hudzail didiami suku Bani Haiyan. Sekitar seratus orang dari mereka termasuk yang hebat memanah membuntuti pasukan kecil muslim itu. Kaum Bani Haiyan berhasil mengikuti pasukan penyelidik muslim alasannya mereka tanpa sengaja mencecerkan korma perbekalan.

Mereka berlari ke arah bukit  kemudian terkepung. Pemimpin pasukan kecil ini, Tsabit bin Anshari, bukanlah seorang yang ingin mengalah walaupun telah dikepung dan tak sanggup melawan. Ia tak mau bernegosiasi meminta dilindungi orang musyrik. “Aku demi Tuhan tak akan turun mengalah kepada mereka, mengemis meminta sumbangan orang musyrik! Ya Allah, sampaikanlah keadaan kami ini kepada NabiMu.”

Bertempurlah pasukan kecil  ini sehingga delapan orang gugur. Tinggallah Khubaib bin Adi dan Zaid bin Ditsinnah yang kemudian ditangkap dan diikat. Mereka dibawa ke Mekah. Mendengar nama Khubaib, keluarga Bani Harits yang telah usang menaruh dendam bersorak. Mereka membeli Khubaib. Sementara Zaid disiksa dengan kejam di Mekah oleh suku Quraisy. Ia ditusuk dari dubur sehingga tembus hingga kepalanya.

Anggur dari Tuhan SWT
Sementara Khubaib telah berpasrah seluruh jiwa raganya hanya kepada Tuhan Rabbil Alamin. Ia dikurung di bawah penjara keluarga Harits bin Amr.  Tak ada yang daya dan kekuatan yang menemaninya kecuali tiba dari sang Penguasa Langit dan Bumi Tuhan SWT. Sampai suatu kali putri Harits melihat tahanan suku Anshar itu.

Putri keluarga Harits menyaksikan kejanggalan yang dilihatnya pada Khubaib bin Adi. Ia terkaget-kaget sehingga berlari keluar sambil berteriak. Sewaktu orang menanyakannya, putri Harits berkata, “Saya melihat Khubaib menggenggam setangkai besar anggur sambil memakannya….sedangkan ia terikat pada besi. Padahal di Mekah tidak ada sebiji anggur pun. Saya kira itu yaitu rezki Tuhan kepada Khubaib.”

Apa yang dialami Khubaib sebagaimana kisah Maryam dalam Al Quran:
Setiap kali Zakaria masuk ke dalam mihrabnyadan ditemukannya rizki di akrab Maryam … Katanya: “Dari mana datangnya makanan ini hai Maryam?” Jawabnya: “Ia tiba dari Allahsesungguhnya Tuhan memberi rezki kepada siapa yang dikehendakiNya dengan tidak terhingga.” QS Ali Imran 3:37

Sholat Dua Rakaat
Inilah maha kisah penantian akan dikala perjumpaan dengan sang Khaliq yang harus dilalui dengan pengorbanan dan kesakitan.  Kisah Khubaib yang terpenjara dan tersiksa. Mereka kaum musyrik yang mengurungnya menceritakan perihal sahabatnya Zaid yang disiksa hingga mati ditusuk. Mereka menakut-nakuti akan siksa yang lebih besar dari itu. Mereka membujuk Khubaib untuk menghianati Nabi Muhammad SAW dengan janji-janji kebebasan.

Namun, Khubaib yaitu menyerupai sinar matahari. Terang benderang imannya tak goyah akan bujuk rayuan. Ia telah menancapkan kecintaan kepada Tuhan SWT dan Rasulnya melebihi apapun kecintaan yang ditawarkan manusia.

Maka habislah sudah bujuk rayu kaum musyrikin. Mereka menyeret Khubaib ke sebuah daerah berjulukan Tan’im untuk menyalibnya. Namun, sebelum dibunuh, Khubaib meminta semoga sanggup sholat dua rakaat.

Tenang dan pasrah kepada Sang Maha Hidup dalam sholat itu. Ia telah rela menyerahkan segala hidupnya hanya kepada Sang Pemberi Kehidupan.  Seolah-olah tak pernah lagi ia ingin berhenti dari sholatnya itu. Namun, pada suatu detik, ia harus mengakhiri sholatnya juga, semua alasannya ia tak ingin dibilang seorang pengecut yang takut menghadapi kematian. 

Khubaib melihat kepada sang algojo yang hendak menghabisinya dan berkata, “Demi Allah, kalau bukanlah nanti ada sangkaan kalian bahwa saya takut mati, pasti akan kulanjutkan lagi sholatku!”

Khubaib mengangkat kedua tangannya berdoa memohon kepada Allah, “Ya Allah, susutkanlah bilangan mereka, musnahkanlah mereka hingga binasa!”

Khubaib memandangi wajah-wajah orang yang akan menghukumnya. Dengan bunyi teguh ia berkata:

Mati bagiku tak menjadi masalah
Asalkan ada dalam ridha dan rahmat Allah
Dengan jalan apapun maut itu terjadi
Asalkan kerinduan kepadaNya terpenuhi
Ku berserah mengalah kepadaNya
Sesuai dengan taqdir dan kehendakNya
Semoga rahmat dan berkah Tuhan tercurah
Pada setiap sobekan daging dan tetesan darah …”

Gugur di Tiang Salib
Inilah sebuah maha kisah pengorbanan.  Belum pernah dalam sejarah bangsa Arab seorang menyalib pria gres kemudian membunuhnya di atas salib.

Sebelum gugur, panah-panah menancap di tubuhnya. Pedang-pedang menebas dan merobek dagingnya. Seorang pemimpin Quraisy berteriak kepadanya, “Sukakah kau kalau Muhammad menggantikanmu dikala ini dan engkau menjadi sehat walafiat bersama keluargamu?!”

Apakah yang Khubaib teriakkan? Sama persis dengan apa yang dikatakan sahabatnya Zaid yang telah dibunuh sebelumnya:

Demi Tuhan tak sudi saya bersama anak istriku selamat menikmati kesenangan duniasedangkan Rasulullah kena tragedi alam walau hanya oleh sepotong duri!”

Kembalilah anak panah meluncur dan pedang-pedang menebas tubuhnya. Khubaib berdoa yang terakhir kalinya, “Ya Tuhan kami telah memberikan kiprah dari RasulMu,  maka mohon disampaikan pula kepadanya esok tindakan orang-orang itu terhadap kami…”

Abu Sufyan yang kala itu masih kafir bertepuk tangan dan berkata, "Belum pernah kulihat insan yang lebih menyayangi insan lain mirip halnya sahabat-sahabat Muhammad ini terhadap Muhammad."

Saat jiwa Khubaib telah lepas dari tubuhnya dan orang-orang Quraisy perlahan meninggalkan dan membiarkan mayatnya di atas salib, burung-burung gagak berterbangan di atasnya. Mereka berhenti dan mengelilingi mayit Khubaib. Namun, seolah mengerti apa yang terjadi, burung-burung itu saling berbicara kepada sesama  mereka. Burung-burung itu tak jadi memakan badan sang satria yang bau dengan darah jihad  dan kembali terbang ke angkasa.

Allah memperkenankan doa Khubaib. Rasulullah SAW di Madinah seolah memperoleh firasat dan citra para sahabatnya yang telah disiksa. Beliau memerintahkan Migdad bin Amar dan Zubair bin Awwam yang segera memacu kuda mereka mencarinya. Benarlah, Migdad dan Zubair menemukan jasad Khubaib dan menguburkannya. Tak pernah ditemukan dengan persis dimana letak makan Khubaib bin Adi hingga kini. Satu yang terkenang darinya yaitu seorang syuhada yang gugur di tiang salib.

Salam untukmu Khubaib bin Adi. Salam untukmu para syuhada.

Alhamdulillah

No comments:

Post a Comment