Kesultanan Mataram bangun pada tahun 1586 yang didirikan oleh Sutowijoyo. Sebenarnya, kesultanan ini merupakan kelanjutan dari Kesultanan Demak. Pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645), Kesultanan Mataram mencapai puncak kejayaannya.
Sultan Agung mempunyai harapan yang tinggi, yakni ia ingin menyatukan seluruh kerajaan yang ada di Pulau Jawa yang berada dibawah komando Mataram. Sultan Agung beranggapan bahwa penghalang cita-citanya itu yaitu VOC. Menurutnya, VOC harus segera dilenyapkan. Untuk memancing kemarahan VOC, Sultan Agung meminta kepada VOC untuk mendapatkan kekuasaannya dan mengharuskan VOC menyerahkan upeti setiap tahun kepada Mataram sebagai tanda setia. Tentu saja undangan Sultan Agung itu ditolak.
Oleh alasannya yaitu tidak mau mendapatkan kekuasaan Mataram, Sultan Agung tetapkan untuk menyerang kedudukan VOC di Batavia (Jayakarta). Serangan dilakukan sebanyak dua kali, yakni pada tahun 1628 dan tahun 1629. Kedua serangan itu gagal, alasannya yaitu semua gudang perbekalan yang disimpan Sultan Agung di sepanjang pesisir Priangan dibakar VOC. Akibatnya, pasukan Sultan Agung kelaparan, sehingga dengan gampang sanggup dihancurkan oleh VOC. Menyadari kegagalan dalam melaksanakan perlawanan bersenjata, Mataram melancarkan blokade ekonomi untuk melumpuhkan VOC di Batavia. Perniagaan beras dimonopoli oleh negara dan dihentikan diperdagangkan kepada VOC.
Setelah Sultan Agung wafat pada tahun 1645, kedudukan sultan digantikan oleh putranya yang bergelar Sunan Amangkurat I. Berbeda dengan ayahnya, Sunan Amangkurat dalam menjalankan politik pemerintahannya melaksanakan kerja sama dengan VOC. Tentu saja hal ini dilakukan supaya ia terhindar dari serangan VOC.
Pada tahun 1646 diadakan perjanjian bilateral antara Sunan Amangkurat I dan VOC. Isi perjanjian tersebut sangat merugikan Mataram. Adapun isi perjanjian itu di antaranya sebagai berikut.
- Mataram mengakui kedudukan/kekuasaan VOC di Batavia dan VOC mengakui kekuasaan Sunan Amangkurat I di Mataram.
- Apabila ada utusan Mataram yang akan bepergian ke luar negeri akan diangkut oleh kapal-kapal VOC.
- Kapal-kapal Kesultanan Mataram diperbolehkan melintasi Selat Malaka dengan izin VOC.
- Mataram tidak diperkenakan mengadakan kekerabatan dagang dengan Maluku.
- Apabila terjadi peperangan, masing-masing tidak akan saling membantu musuh.
Dengan ditandatanganinya perjanjian ini, Mataram mengakui kedaulatan VOC.
No comments:
Post a Comment