Friday 14 July 2017

Kisah Sobat Nabi: Jafar Bin Abi Thalib


Sewaktu Rasulullah Shalllallahu Alaihi Wassalam meminta beberapa sahabatnya hijrah ke Habsyi (Ethiopia), Jafar bin Abi Thalib mengajukan diri bersama istrinya,  Amma binti Umais. Maka berangkatlah sebagian kaum muslimin ke sana. Namun, hal ini tidak menyenangkan hati kaum Quraisy.

Pemimpin Quraisy mengirim dua orang utusan yang akan dikirim kepada kaisar Negus di Habsyi dengan membawa hadiah-hadiah berharga biar mau mengusir kaum muslimin. Dua orang utusan itu ialah Abdullah bin Abi Rabiah dan Amar bin Ash yang kala itu belum masuk Islam.

Sebelum bertemu kaisar, kedua utusan Quraisy terlebih dahulu bertemu Patrik dan Uskup gereja biar memberi donasi kepada mereka. Kaisar Negus kala itu ialah penganut nasrani yang taat. Maka hadiah-hadiah yang banyak pun sampailah kepada pemuka-pemuka agama di sana, termasuk untuk kaisar Negus.


Kaisar kemudian mengundang dua utusan Qiuraisy  dan tak lupa pula mengundang kaum muhajirin. Mereka duduk satu ruangan bersama para pemuka agama dan petinggi istana. Maka dimulailah tuduhan dari kedua utusan Quraisy kepada kaum muslimin di hadapan kaisar.

“Baginda Raja yang mulia, telah menyasar ke negeri paduka orang-orang kurang arif dan tolol. Mereka tinggalkan aagama nenek moyang mereka, tapi tidak pula hendak memasuki agama paduka. Bahkan mereka tiba membawa agama gres yang mereka ada-adakan, yang tak pernah kami kenal, dan tidak pula oleh paduka. Sungguh kami telah diutus oleh orang-orang mulia dan terpandang di antara bangsa dan bapak-bapak mereka, paman-paman mereka, keluarga-keluarga mereka, biar paduka sudi mengembalikan orang-orang ini kepada kaumnya kembali.”

Negus kemudian bertanya kepada kaum muslimin, “Agama apakah itu yang mengakibatkan kalian meninggalkan bangsa kalian, tapi tak memandang perlu pula kepada agama kami?”

Jafar pun bangkit. Ia yang dengan perawakan tampan dan banyak yang mengatakannya sangat menyerupai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dalam hal ujud tubuh, perilaku dan akal pekertinya, berkata kepada kaisar Negus.

“Wahai paduka yang mulia, dahulu kami memang orang-orang jahil dan bodoh. Pekerjaan-pekerjaan keji, memutuskan silaturahim, menyakiti tetangga dan orang yang berhampiran. Orang yang berpengaruh memakan orang yang lemah, hingga datanglah masanya Yang Mahakuasa mengirimkan RasulNya kepada kami dari kalangan kami. Kami kenal asal-usulnya, kejujuran, ketulusan dan kemuliaan jiwanya. Ia mengajak kami untuk mengesakan Yang Mahakuasa dan mengabdikan diri padaNya dan biar membuang jauh-jauh apa yang pernah kami sembah bersama bapak-bapak kami dulu berupa batu-batu dan berhala. Beliau menyuruh kami bicara benar, menunaikan amanah, menghubungkan silaturahim, berbuat baik kepada tetangga dan menahan diri dari menumpahkan darah serta semua yang tidak boleh Allah.”

Jafar melanjutkan, “Dilarangnya kami berbuat keji dan zina, mengeluarkan ucapan bohong, memakan harta anak yatim, dan menuduh berbuat jahat terhadap perempuan yang baik-baik. Lalu kami benarkan ia dan kami beriman kepadanya, dan kami ikuti dengan taat apa yang disampaikannya dari Tuhannya. Lalu kami beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan tidak kami persekutukan sedikit pun juga, dan kami halalkan apa yang dihalalkanNya untuk kami. Karenanya, kaum kami sama memusuhi kami, dan menarik hati kami dari agama kami biar kami kembali menyembah berhala lagi, dan kepada perbuatan-perbuatan jahat yang pernah kami lakukan dulu.

Maka sewaktu mereka memaksa dan menganiaya kami dan menggencet hidup kami, dan menghalangi kami dari agama kami, kami keluar hijrah ke negeri paduka, dengan impian akan mendapatkan proteksi paduka dan terhidar dari perbuatan-perbuatan aniaya mereka.”

Kaisar terkesima mendengar klarifikasi Jafar kemudian ia bertanya lagi, “Apakah anda membawa sesuatu (wahyu) yang diturunkan atas Rasulmu itu”

Jawab Jafar, “Ada.” Kaisar berkata, “Cobalah bacakan kepadaku.”

Jafar kemudian membacakan bab dari surat Maryam dengan khusyu dan merdu. Mendengar ayat-ayat tersebut kaisar Negus mencucurkan air mata. Begitu pula para pendeta dan pembesar-pembesar istana.  Jafar membenarkan wahyu yang telah dibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam serta berkata kepada utusan Quraisy, “Sesungguhnya apa yang dibaca tadi dan yang dibawa oleh Isa as sama memancar dari satu pelita. Kemudian keduanya dipersilahkan pergi. Demi Yang Mahakuasa kami tak akan menyerahkan mereka kepada kamu.”

Maka bubarlah pertemuan itu dan kedua utusan Quraisy harus kembali. Namun, Amr bin Ash tak kekurangan nalar licik. “Demi Yang Mahakuasa besok saya akan kembali menemui Negus, akan kusampaikan kepada baginda keterangan-keterangan yang akan memukul kaum muslimin dan membasmi urat akar mereka.”

Sahabatnya mengatakan, “Jangan lakukan itu, bukankah kita masih ada kekerabatan keluarga dengan mereka, sekalipun mereka berselisih paham dengan kita.” Amr menjawab, “Demi Allah, akan kuberitakan kepada Negus, bahwa mereka mendakwakan Isa anak Maryam itu insan biasa menyerupai insan yang lain.”

Keesokan harinya, kembali kedua utusan Quraisy itu kembali menghadap kaisar Negus, “Wahai Sri Paduka, orang-orang Islam itu telah mengucapkan suatu ucapan keji yang merendahkan kedudukan Isa.” Para pendeta dan kaum agama gempar dan menggoncangkan Negua. Mereka kemudian memanggil orang Islam sekali lagi untuk mempertanyakan pandangan Islam mengenai Isa Al Masih.

“Bagaimana pandangan kalian terhadap Isa?” Jafar bangun lagi dan mengatakan, “Kami akan menyampaikan perihal Isa as sesuai dengan keterangan  yang dibawa Nabi kami Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam.” Jafar kemudian membacakan salah satu ayat Al Quran.

“Ia ialah seorang hamba Yang Mahakuasa dan RasulNya serta kalimahNya yang ditiupkanNya kepada Maryam dan ruh daripadaNya.” QS An Nissa 4:171

Negus menyampaikan memang begitulah yang dikatakan Al Masih mengenai dirinya. “Silakan anda sekalian tinggal bebas di negeriku. Dan siapa berani mencela dan menyakiti anda, maka orang itu akan mendapat eksekusi yang setimpal dengan perbuatannya itu.”

Negus kemudian berkata kepada pemuka agama dan pembesar –pembesar kerajaannya. “Kembalikan hadiah-hadiah itu kepada kedua orang ini. Aku tak membutuhkannya. Demi Allah, Alah tak pernah mengambil uang sogokan daripadaku, di kala ia mengaruniakan tahta ini kepadaku, alasannya ialah itu saya pun tak akan menerimanya dalam hal ini.”

Demikianlah cerita para muslimin di Habsyi. Kedua utusan pun kembali ke Mekah dengan tangan hampa, sementara Jafar bersama kaum muslim yang gres memulai kehidupan gres di Ethiopia.

Kembali Dari Habsyi
Kala Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam sedang bersukaria  atas kemenangan jatuhnya Khaibar, tiba-tiba muncullah Jafar bin Abi Thalib kembali dari Ethiopia. Nabi SAW begitu bergembira atas kedatangannya. “Aku tak tahu, entah mana yang lebih menggembirakanku, apakah dibebaskannya Khaibar atau kembalinya Jafar.”

Jafar menjadi bersemangat alasannya ialah ia melewatkan cerita perjalanan kaum muslim menghadapi kaum kafir yang telah ia lewatkan selama tinggal di Ethiopia. Ia melewatkan perang Badar, Uhud, Khandak dan lainnya. Hatinya pun menjadi rindu akan pergi berperang dan syahid sebagai syuhada.

Maka dikala perang Muktah, Jafar tampil mengajukan diri untuk turut berperang. Perang kali ini akan menjadi perang besar alasannya ialah harus menghadapi puluhan ribu tentara Romawi. Jafar diangkat menjadi pemimpin kedua dari tiga serangkai kepemimpinan perang, yaitu bersama Zaid bin Haritsah, dan Abdullah Ibnu Rawahah.

Syahid di Perang Muktah
Pasukan Romawi  sebanyak 200 ribu telah berhadap-hadapan dengan tentara muslimin yang jumlahnya tak sebanding.  Sewaktu panji kepemimpinan terlepas dari Zaid Bin Haritsah, Jafar menggantikan komandan pasukan. Ia terus menyerbu ke tengah-tengah pasukan musuh.  Ia menebas dengan pedangnya, hingga balasannya kudanya pun mati. Jafar turun dan terus berperang.

“Wahai nirwana yang kudambakan mendiaminya. Harum semerbak baunya, sejuk segar air minumnya. Tentara Romawi telah menghampiri liang kuburnya. Terhalang jauh dari sanak keluarganya. Kewajibankulah menghantamnya jala menjumpainya.”

Panji bendera Islam dikepit di pangkal lengannya. Ia terus melawan musuh, hingga badannya tercabik-cabik. Bahkan hingga ia jatuh dan tak lagi berdaya, bendera itu masih dipegangnya.  Sampai segera bendera itu dipegang oleh komandan selanjutnya, Abdullah Ibnu Rawahah. Pria yng dijuluki Si Burung Surga ini balasannya gugur sebagai syuhada menyerupai harapannya.

Hasan bin Tsabit mengutarakan syair mengenai sepupu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam ini,

“Maju jurit memimpin sepasukan mumin. Menempuh janjkematian menghadap ridho Rabul Alamin. Putra Bani Hasyim yang cemerlang kolam cahaya purnama. Menyibak kegelapan tiran nan aniaya. Menyabet dan menebas setiap penyerang. Akhirnya jatuh syahid sebagai pahlawan. Disambut para syuhada yang pergi lebih dahulu. Di sura naim yang menjadi idaman setiap kalbu. Alangkah besarnya pengorbanan Jafar bagi Islam. Dalam menyebarluaskan ke seluruh alam. Selama ada pejuang menyerupai putra Bani Hasyim ini. Pasti Islam menjadi fatwa penduduk bumi.”

Sesudah Hasan bin Tsabit bangun pula Kaab bin Malik, yang mengucapkan syairnya yang bernilai:

“Kemuliaan tertumpah atas jagoan yang susul menyusul. Di perang Muktah, tak tergoyahkan bersusun pundak membahu. Curahan Rahmat kiranya membasuh tulang belulang mereka. Tabah dan sabar, demi Tuhan rela mempertaruhkan nyawa. Setapak pun tak hendak undur, menentang setiap bahaya. Panji perang di tangan Jafar sebagai pendahulu. Menambah semangat tempur bagi setipa penyerbu. Kedua teras pasukan berbenturan baku hantam. Jafar dikepung musuh sabet kiri terkam kanan. Tiba-tiba bulan purnama redup kehilangan jiwanya. Sang surya pun gerhana ditinggalkan pahlawannya.”

Si pemurah itu telah pergi. Jafar, si Bapak orang miskin telah memenuhi  panggilan berjuang di jalan Allah. Abdullah Ibnu Umar berkata, “Aku sama-sama terjun di perang Muktah dengan Jafar. Waktu kami mencarinya, kami dapati ia beroleh luka bekas bacokan dan lembaran lebih dari 90 tempat.”

Rasullullah Shallallahu Alaihi Wassalam menyabdakan mengenai Jafar Si Bersayap Dua di nirwana ini, “Aku melihatnya di nirwana kedua bahunya yang penuh dengan bekas-bekas cucuran darah penuh dihiasi dengan gejala kehormatan.”

Salam untukmu Jafar bin Abi Thalib. Salam untukmu para syuhada.


Sumber: G+





No comments:

Post a Comment