Saturday 10 December 2016

Kisah Sobat Nabi: Debu Ubaidah Bin Al-Jarrah


Orang Kepercayaan Umat Ini
Beliau termasuk orang yang pertama masuk Islam. Kualitasnya sanggup kita ketahui melalui sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya setiap umat memiliki orang kepercayaan, dan kepercayaan umat ini ialah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.”



Abu Ubaidah bin al-Jarrah ra lahir di Mekah, di sebuah rumah keluarga suku Quraisy terhormat. Nama lengkapnya ialah Amir bin Abdullah bin Jarrah yang dijuluki dengan nama Abu Ubaidah. Abu Ubaidah ialah seorang yang berperawakan tinggi, kurus, berwibawa, bermuka ceria, rendah diri dan sangat pemalu. Beliau termasuk orang yang berani dikala dalam kesulitan, dia disenangi oleh semua orang yang melihatnya, siapa yang mengikutinya akan merasa tenang.

Abu Ubaidah termasuk orang yang masuk Islam dari semenjak awal, dia memeluk Islam selang sehari sehabis Saidina Abu Bakar as-Shiddiq ra memeluk Islam. Beliau masuk Islam bersama Abdurrahman bin Auf, Uthman bin Mazun dan Arqam bin Abu al-Arqam, di tangan Abu Bakar as-Shiddiq. Saidina Abu Bakarlah yang membawakan mereka menemui Rasulullah SAW untuk menyatakan syahadat di hadapan Baginda.

Kehidupan dia tidak jauh berbeza dengan kebanyakan sobat lainnya, diisi dengan pengorbanan dan usaha menegakkan Deen Islam. Hal itu tampak dikala dia harus hijrah ke Ethiopia pada gelombang kedua demi menyelamatkan aqidahnya. Namun kemudian dia balik kembali untuk menyertai usaha Rasulullah SAW.

Abu Ubaidah sempat mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah SAW. Beliaulah yang membunuh ayahnya yang berada di pasukan musyrikin dalam perang Uhud, sehingga ayat Al-Quran turun mengenai dia menyerupai yang tertera dalam surah Al Mujadilah ayat 22, artinya: "Engkau tidak menemukan kaum yang beriman kepada Yang Mahakuasa dan hari selesai zaman yang mencintai orang-orang yang menentang Yang Mahakuasa SWT dan Rasulullah, walaupun orang tersebut ayah kandung, anak, saudara atau keluarganya sendiri. Yang Mahakuasa telah mematri keimanan di dalam hati mereka dan mereka dibekali pula dengan semangat. Yang Mahakuasa akan memasukkan mereka ke dalam syurga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, mereka akan infinit di dalamnya. Akan menyenangi mereka, di pihak lain mereka pun bahagia dengan Allah. Mereka itulah perajurit Allah, ketahuilah bahwa perajurit Yang Mahakuasa niscaya akan berjaya."

Masih dalam perang Uhud, dikala pasukan muslimin kucar kacir dan banyak yang lari meninggalkan pertempuran, justeru Abu Ubaidah berlari untuk mendapati Nabinya tanpa takut sedikit pun terhadap banyaknya lawan dan rintangan. Demi didapati pipi Nabi terluka, iaitu terhujamnya dua rantai besi epilog kepala beliau, segera ia berusaha untuk mencabut rantai tersebut dari pipi Nabi SAW.

Abu Ubaidah mulai mencabut rantai tersebut dengan gigitan giginya. Rantai itu pun hasilnya terlepas dari pipi Rasulullah SAW. Namun bersamaan dengan itu pula gigi seri Abu Ubaidah ikut terlepas dari tempatnya. Abu Ubaidah tidak jera. Diulanginya sekali lagi untuk mengigit rantai besi satunya yang masih menancap dipipi Rasulullah SAW hingga terlepas. Dan kali ini pun harus juga diikuti dengan lepasnya gigi Abu Ubaidah sehingga dua gigi seri sobat ini ompong karenanya. Sungguh, satu keberanian dan pengorbanan yang tak terperikan.

Rasulullah SAW memberinya gelaran “Gagah dan Jujur”. Suatu dikala tiba sebuah delegasi dari kaum Nasrani menemui Rasulullah SAW. Mereka mengatakan, “Ya Abul Qassim! Kirimkanlah bersama kami seorang sahabatmu yang engkau percayai untuk menuntaskan kasus kebendaan yang sedang kami pertengkarkan, lantaran kaum muslimin di pandangan kami ialah orang yang disenangi.” Rasulullah SAW bersabda kepada mereka, “Datanglah ke sini nanti sore, saya akan kirimkan bersama kau seorang yang gagah dan jujur.”

Dalam kaitan ini, Saidina Umar bin Al-Khattab ra mengatakan, “Saya berangkat mahu shalat Zuhur agak cepat, sama sekali bukan lantaran ingin ditunjuk sebagai delegasi, tetapi lantaran memang saya bahagia pergi shalat cepat-cepat. Setelah Rasulullah selesai mengimami salat Zuhur bersama kami, dia melihat ke kiri dan ke kanan. Saya sengaja meninggikan kepala saya biar dia melihat saya, namun dia masih terus membalik-balik pandangannya kepada kami. Akhirnya dia melihat Abu Ubaidah bin Jarrah, kemudian dia memanggilnya sambil bersabda, ‘Pergilah bersama mereka, selesaikanlah kasus yang menjadi perselisihan di antara mereka dengan adil.’ Lalu Abu Ubaidah pun berangkat bersama mereka.”

Sepeninggalan Rasulullah SAW, Umar bin Al-Khattab ra menyampaikan kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah di hari Saqifah, “Hulurkan tanganmu! Agar saya baiat kamu, lantaran saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Sungguh dalam setiap kaum terdapat orang yang jujur. Orang yang jujur di kalangan umatku ialah Abu Ubaidah.’ Lalu Abu Ubaidah menjawab, "Saya mustahil berani mendahului orang yang dipercayai oleh Rasulullah SAW menjadi imam kita di waktu shalat (Saidina Abu Bakar as-Shiddiq ra), oleh alasannya ialah itu kita sayugia membuatnya jadi imam sepeninggalan Rasulullah SAW."

Sisi lain dari kehebatan sobat yang satu ini ialah kezuhudannya. Ketika kekuasaan Islam telah meluas dan kekhalifahan dipimpin oleh Saidina Umar ra, Abu Ubaidah menjadi pemimpin di tempat Syria. Saat Umar mengadakan kunjungan dan singgah di rumahnya, tak terlihat sesuatu pun oleh Umar ra kecuali pedang, perisai dan pelana tunggangannya. Umar pun lantas berujar, “Wahai sahabatku, mengapa engkau tidak mengambil sesuatu sebagaimana orang lain mengambilnya?”
Beliau menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, ini saja sudah cukup menyenangkan.”

Abu Ubaidah bin al-Jarrah ra ikut serta dalam semua peperangan Islam, bahkan selalu memiliki andil besar dalam setiap peperangan tersebut. Beliau berangkat membawa pasukan menuju negeri Syam, dengan izin Yang Mahakuasa dia berhasil menaklukan semua negeri tersebut.

Ketika wabak penyakit Taun bermaharajalela di negari Syam, Khalifah Umar bin Al-Khattab ra mengirim surat untuk memanggil kembali Abu Ubaidah. Namun Abu Ubaidah menyatakan keberatannya sesuai dengan isi surat yang dikirimkannya kepada khalifah yang berbunyi,
“Hai Amirul Mukminin! Sebenarnya saya tahu, jikalau kau memerlukan saya, akan tetapi menyerupai kau ketahui saya sedang berada di tengah-tengah tentera Muslimin. Saya tidak ingin menyelamatkan diri sendiri dari petaka yang menimpa mereka dan saya tidak ingin berpisah dari mereka hingga Yang Mahakuasa sendiri tetapkan keputusannya terhadap saya dan mereka. Oleh alasannya ialah itu, sesampainya surat saya ini, tolonglah saya dibebaskan dari rencana baginda dan izinkanlah saya tinggal di sini.”

Setelah Umar ra membaca surat itu, dia menangis, sehingga para hadirin bertanya, “Apakah Abu Ubaidah sudah meninggal?” Umar menjawabnya, “Belum, akan tetapi kematiannya sudah di ambang pintu.”

Sepeninggalan Abu Ubaidah ra, Saidina Muaz bin Jabal ra berpidato di hadapan kaum Muslimin yang berbunyi, “Hai sekalian kaum Muslimin! Kalian sudah dikejutkan dengan isu kematian seorang pahlawan, yang demi Yang Mahakuasa saya tidak menemukan ada orang yang lebih baik hatinya, lebih jauh pandangannya, lebih suka terhadap hari kemudian dan sangat dermawan hikmah kepada semua orang dari beliau. Oleh alasannya ialah itu kasihanilah beliau, semoga kau akan dikasihani Allah.”

Menjelang kematian Abu Ubaidah ra, dia memesankan kepada tenteranya, “Saya pesankan kepada kalian sebuah pesan. Jika kalian terima, kalian akan baik, ‘Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, puasalah di bulan Ramadhan, berdermalah, tunaikanlah ibadah haji dan umrah, saling hikmah menasihatilah kalian, sampaikanlah hikmah kepada pimpinan kalian, jangan suka menipunya, janganlah kalian terpesona dengan keduniaan, lantaran betapa pun seorang melaksanakan seribu upaya, dia niscaya akan menemukan kematiannya menyerupai saya ini. Sungguh Yang Mahakuasa telah tetapkan kematian untuk setiap langsung manusia, oleh alasannya ialah itu semua mereka niscaya akan mati. Orang yang paling beruntung ialah orang yang paling taat kepada Yang Mahakuasa dan paling banyak bekalnya untuk akhirat. Assalamu'alaikum warahmatullah.”

Kemudian dia melihat kepada Muaz bin Jabal ra dan mengatakan, “Ya Muaz! Imamilah shalat mereka.” Setelah itu, Abu Ubaidah ra pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.


No comments:

Post a Comment