Tuesday 22 November 2016

Kisah Singkat Usamah Bin Zaid


Kita kini kembali ke Mekah, tahun ketujuh sebelum hijrah. Ketika itu Rasulullah saw. sedang susah lantaran tindakan kaum Qurasy yang menyakiti ia dan para sahabat. Kesulitan dan kesusahan berdakwah mengakibatkan ia senantiasa harus bersabar. Dalam suasana menyerupai itu, tiba-tiba seberkas cahaya memancar menunjukkan hiburan yang menggembirakan. Seorang pembawa gosip mengabarkan kepada beliau, "Ummu Aiman melahirkan seorang bayi laki-laki." Wajah Rasulullah berseri-seri lantaran besar hati menyambut gosip tersebut.

Siapakah bayi itu? Sehingga, kelahirannya sanggup mengobati hati Rasulullah yang sedang duka, menjelma besar hati ? Itulah dia, Usamah bin Zaid.


Para sobat tidak merasa absurd kalau Rasulullah bersuka-cita dengan kelahiran bayi yang gres itu. Karena, mereka mengetahui kedudukan kedua orang tuanya di sisi Rasulullah. Ibu bayi tersebut seorang perempuan Habsyi yang diberkati, populer dengan panggilan "Ummu Aiman". Sesungguhnya Ummu Aiman ialah bekas sahaya ibunda Rasulullah Aminah binti Wahab. Dialah yang mengasuh Rasulullah waktu kecil, selagi ibundanya masih hidup. Dia pulalah yang merawat setelah ibunda wafat. Karena itu, dalam kehidupan Rasulullah, ia hampir tidak mengenal ibunda yang mulia, selain Ummu Aiman.

Rasulullah mengasihi Ummu Aiman, sebagaimana layaknya sayangnya seroang anak kepada ibunya. Beliau sering berucap, "Ummu Aiman ialah ibuku satu-satunya setelah ibunda yang mulia wafat, dan satu-satunya keluargaku yang masih ada." Itulah ibu bayi yang beruntung ini.

Adapun bapaknya ialah kesayangan (Hibb) Rasulullah, Zaid bin Haritsah. Rasulullah pernah mengangkat Zaid sebagai anak angkatnya sebelum ia memeluk Islam. Dia menjadi sobat ia dan tempat mempercayakan segala rahasia. Dia menjadi salah seorang anggota keluarga dalam rumah tangga ia dan orang yang sangat dikasihi dalam Islam.

Kaum muslimin turut bergembira dengan kelahiran Usamah bin Zaid, melebihi kegembiraan meraka atas kelahiran bayi-bayi lainnya. Hal itu bisa terjadi lantaran tiap-tiap sesuatu yang disukai Rasulullah juga mereka sukai. Bila ia bergembira mereka pun turut bergembira. Bayi yang sangat beruntung itu mereka panggil "Al-Hibb wa Ibnil Hibb" (kesayangan anak kesayangan).

Kaum muslimin tidak berlebih-lebihan memanggil Usamah yang masih bayi itu dengap panggilan tersebut. Karena, Rasulullah memang sangat mengasihi Usamah sehingga dunia seluruhnya agaknya iri hati. Usamah sebaya dengan cucu Rasulullah, Hasan bin Fatimah az-Zahra. Hasan berkulit putih tampan bagaikan bunga yang mengagumkan. Dia sangat menyerupai dengan kakeknya, Rasulullah saw. Usamah kulitnya hitam, hidungnya pesek, sangat menyerupai dengan ibunya perempuan Habsyi. Namun, kasih sayang Rasulullah kepada keduanya tiada berbeda. Beliau sering mengambil Usamah, kemudian meletakkan di salah satu pahanya. Kemudian, diambilnya pula Hasan, dan diletakkannya di paha yang satunya lagi. Kemudian, kedua anak itu dirangkul bahu-membahu ke dadanya, seraya berkata, "Wahai Allah, saya mengasihi kedua anak ini, maka sayangi pulalah mereka!"

Begitu sayangnya Rasulullah kepada Usamah, pada suatu kali Usamah tersandung pintu sehingga keningnya luka dan berdarah. Rasulullah menyuruh Aisyah membersihkan darah dari luka Usamah, tetapi tidak bisa melakukannya. Karena itu, ia berdiri mendapatkan Usamah, kemudian ia isap darah yang keluar dari lukanya dan ludahkan. Sesudah itu, ia bujuk Usamah dengan kata-kata bagus yang menyenangkan hingga hatinya merasa tenteram kembali.

Sebagaimana Rasulullah mengasihi Usamah waktu kecil, tatkala sudah besar ia juga tetap menyayanginya. Hakim bin Hazam, seorang pemimpin Qurasy, pernah menghadiahkan pakaian mahal kepada Rasulullah. Hakam membeli pakaian itu di Yaman dengan harga lima puluh dinar emas dari Yazan, seorang pembesar Yaman. Rasulullah enggan mendapatkan hadiah dari Hakam, alasannya saat itu dia masih musyrik. Lalu, pakaian itu dibeli oleh ia dan hanya dipakainya sekali saat hari Jumat. Pakaian itu kemudian diberikan kepada Usamah. Usamah senantiasa memakainya pagi dan petang di tengah-tengah para cowok Muhajirin dan Anshar sebayanya.

Sejak Usamah meningkat remaja, sifat-sifat dan pekerti yang mulia sudah kelihatan pada dirinya, yang memang pantas menjadikannya sebagai kesayangan Rasulullah. Dia bakir dan pintar, bijaksana dan pandai, takwa dan wara. Ia senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan tercela.

Waktu terjadi Perang Uhud, Usamah bin Zaid tiba ke hadapan Rasulullah saw. beserta serombongan bawah umur sebayanya, putra-putra para sahabat. Mereka ingin turut jihad fi sabilillah. Sebagian mereka diterima Rasulullah dan sebagian lagi ditolak lantaran usianya masih sangat muda. Usamah bin Zaid teramasuk kelompok bawah umur yang tidak diterima. Karena itu, Usama pulang sambil menangis. Dia sangat sedih lantaran tidak diperkenankan turut berperang di bawah bendera Rasulullah.

Dalam Perang Khandaq, Usamah bin Zaid tiba pula bersama kawan-kawan remaja, putra para sahabat. Usamah berdiri tegap di hadapan Rasulullah supaya kelihatan lebih tinggi, semoga ia memperkenankannya turut berperang. Rasulullah kasihan melihat Usamah yang keras hati ingin turut berperang. Karena itu, ia mengizinkannya, Usamah pergi berperang menyandang pedang, jihad fi sabilillah. Ketika itu dia gres berusia lima belas tahun.

Ketika terjadi Perang Hunain, tentara muslimin terdesak sehingga barisannya menjadi kacau balau. Tetapi, Usamah bin Zaid tetap bertahan bahu-membahu denga 'Abbas (paman Rasulullah), Sufyan bin Harits (anak paman Usamah), dan enam orang lainnya dari para sobat yang mulia. Dengah kelompok kecil ini, Rasulullah berhasil mengembalikan kekalahan para sahabatnya menjadi kemenangan. Beliau berhasil menyelematkan kaum muslimin yang lari dari kejaran kaum musyrikin.

Dalam Perang Mu'tah, Usamah turut berperang di bawah komando ayahnya, Zaid bin Haritsah. Ketika itu umurnya kira-kira delapan belas tahun. Usamah menyaksikan dengan mata kepala sendiri tatkala ayahnya tewas di medan tempur sebagai syuhada. Tetapi, Usamah tidak takut dan tidak pula mundur. Bahkan, dia terus bertempur dengan gigih di bawah komando Ja'far bin Abi Thalib hingga Ja'far syahid di hadapan matanya pula. Usamah menyerbu di bawah komando Abdullah bin Rawahah hingga satria ini gugur pula menyusul kedua sahabatnya yang telah syahid. Kemudian, komando dipegang oleh Khalid bin Walid. Usamah bertempur di bawah komando Khalid. Dengan jumlah tentara yang tinggal sedikit, kaum muslimin kesudahannya melepaskan diri dari cengkeraman tentara Rum.

Seusai peperangan, Usamah kembali ke Madinah dengan menyerahkan janjkematian ayahnya kepada Tuhan SWT. Jasad ayahnya ditinggalkan di bumi Syam (SYiria) dengan mengenang segala kebaikan almarhum.

Pada tahun kesebelas hijriah Rasulullah menurunkan perintah semoga menyiapkan bala tentara untuk memerangi pasukan Rum. Dalam pasukan itu terdapat antara lain Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, Sa'ad bin ABi Waqqas, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan lain-lain sobat yang tua-tua.

Rasulullah mengangkat Usamah bin Zaid yang muda sampaumur menjadi panglima seluruh pasukan yang akan diberangkatkan. Ketika itu usia Usamah belum melebihi dua puluh tahun. Beliau memerintahkan Usamah supaya berhenti di Balqa' dan Qal'atut Daarum akrab Gazzah, termasuk wilayah kekuasaan Rum.

Ketika bala tentara sedang berkemas-kemas menunggu perintah berangkat, Rasulullah saw. sakit dan kian hari sakitnya makin keras. Karena itu, keberangkatan pasukan ditangguhkan menunggu keadaan Rasulullah membaik.

Kata Usamah, "Tatkala sakit Rasulullah bertambah berat, saya tiba menghadap ia diikuti orang banyak, setelah saya masuk, saya dapati ia sedang membisu tidak berkata-kata lantaran kerasnya sakit beliau. Tiba-tiba ia mengangkat tangan dan meletakkannya ke badan saya. Saya tahu ia memanggilku."

Tidak berapa usang kemudian Rasulullah pulang ke rahmatullah. Abu Bakar Shidiq terpilih dan dilantik menjadi khalifah. Khalifah Abu Bakar meneruskan pengiriman tentara di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, sesuai dengan rencana yang telah digariskan Rasulullah. Tetapi, sekelompok kaum Anshar menghendaki supaya menangguhkan pemberangkatan pasukan. Mereka meminta Umar bin Khattab membicarakannya dengan Khalifah Abu Bakar.

Kata mereka, "Jika khalifah tetap berkeras hendak meneruskan pengiriman pasukan sebagaimana dikehendakinya, kami mengusulkan panglima pasukan (Usamah) yang masih muda sampaumur ditukar dengan tokoh yang lebih bau tanah dan berpengalaman."

Mendengar ucapan Umar yang memberikan seruan dari kaum Anshar itu, Abu Bakar berdiri menghampiri Umar seraya berkata dengan marah, "Hai putra Khattab! Rasulullah telah mengangkat Usamah. Engkau tahu itu. Kini engkau menyuruhku membatalkan putusan Rasululllah. Demi Allah, tidak ada cara begitu!"

Tatkal Umar kembali kepada orang banyak, mereka menanyakan bagaimana hasil pembicaraannya dengan khalifah wacana usulnya. Kata Umar, "Setelah saya sampaikan seruan kalian kepada Khalifah, belaiu menolak dan malahan saya kena marah. Saya dikatakan sok berani membatalkan keputusan Rasulullah.

Maka, pasukan tentara muslimin berangkat di bawah pimpinan panglima yang masih muda remaja, Usamah bin Zaid. Khalifah Abu Bakar turut mengantarkannya berjalan kaki, sedangkan Usamah menunggang kendaraan.

Kata Usamah, "Wahai Khalifah Rasulullah! Silakan Anda naik kendaraan. Biarlah saya turun dan berjalan kaki. "

Jawab Abu Bakar, "Demi Allah! jangan turun! Demi Allah! saya tidak hendak naik kendaraan! Biarlah kaki saya kotor, sementara mengantar engkau berjuang fisabilillah! Saya titipkan engkau, agama engkau, kesetiaan engkau, dan kesudahan usaha engkau kepada Allah. Saya berwasiat kepada engkau, laksanakan sebaik-baiknya segala perintah Rasulullah kepadamu!"

Kemudian, Khalifah Abu Bakar lebih mendekat kepada Usamah. Katanya, "JIka engkau baiklah biarlah Umar tinggal bersama saya. Izinkanlah dia tinggal untuk membantu saya. Usamah kemudian mengizinkannya.

Usamah terus maju membawa pasukan tentara yang dipimpinnya. Segala perintah Rasulullah kepadanya dilaksanakan sebaik-baiknya. Tiba di Balqa' dan Qal'atud Daarum, termasuk kawasan Palestina, Usamah berhenti dan memerintahkan tentaranya berkemah. Kehebatan Rum sanggup dihapuskannya dari hati kaum muslimin. Lalu, dibentangkannya jalan raya di hadapan mereka bagi penaklukan Syam (Syiria) dan Mesir.

Usamah berhasil kembali dari medan perang dengan kemenangan gemilang. Mereka membawa harta rampasan yang banyak, melebihi asumsi yang diduga orang. Sehingga, orang mengatakan, "Belum pernah terjadi suatu pasukan bertempur kembali dari medan tempur dengan selamat dan utuh dan berhasil membawa harta rampasan sebanyak yang dibawa pasukan Usamah bin Zaid."

Usamah bin Zaid sepanjang hidupnya berada di tempat terhormat dan dicintai kaum muslimin. Karena, dia senantiasa mengikuti sunah Rasulullah dengan tepat dan memuliakan langsung Rasul.

Khalifah Umar bin Khattab pernah diprotes oleh putranya, Abdullah bin Umar, lantaran melebihkan jatah Usamah dari jatah Abdullah sebagai putra Khalifah. Kata Abdullah bin Umar, "Wahai Bapak! Bapak menjatahkan untuk Usamah empat ribu, sedangkan kepada saya hanya tiga ribu. Padahal, jasa bapaknya agaknya tidak akan lebih banyak daripada jasa Bapak sendiri. Begitu pula langsung Usamah, agaknya tidak ada keistimewaannya daripada saya. Jawab Khalifah Umar, "Wah?! jauh sekali?! Bapaknya lebih disayangi Rasulullah daripada bapak kamu. Dan, langsung Usamah lebih disayangi Rasulullah daripada dirimu." Mendengar keterangan ayahnya, Abdullah bin Umar rela jatah Usamah lebih banyak daripada jatah yang diterimanya.

Apabila bertemu dengan Usamah, Umar menyapa dengan ucapan, "Marhaban bi amiri!" (Selamat, wahai komandanku?!). Jika ada orang yang heran dengan sapaan tersebut, Umar menjelaskan, "Rasulullah pernah mengangkat Usamah menjadi komandan saya."

Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada para sobat yang mempunyai jiwa dan kepribadian agung menyerupai mereka ini. Wallahu a'lam.

Sumber: Shuwar min Hayaatis Shahabah, Dr. Abdur Rahman Ra'fat Basya



No comments:

Post a Comment